"Bocah itu dan Ibunya sudah bahagia di surga, Kus," Rahina menyodorkan segelas air putih. Aku meneguknya hingga tandas.
"Sekarang tidurlah kembali. Malam masih panjang," Rahina merapikan bantal dan menyelimuti kakiku.
Aku terpaksa menuruti nasihat Rahina. Meski jujur, mataku sulit untuk dipejamkan lagi.
Aku merasa lega ketika mendengar suara azan Subuh berkumandang. Bergegas aku turun dari pembaringan menuju kamar mandi dan segera membasuh wajahku yang keruh dengan air wudhu.
Saat sujud di rakaat terakhir, aku menempelkan dahiku berlama-lama di atas sajadah. Airmataku tumpah. Aku memanjatkan doa panjang sekaligus memohon ampun kepada Allah.
Doa panjang kupanjatkan khusus untuk Ibuku yang telah mendahuluiku. Kemudian untuk lelaki tua penambal ban yang pernah menyelamatkan hidupku. Lelaki yang melepaskan bom bunuh diri yang dipasang Ibu. Di pinggang kurusku. Dua puluh tahun silam.
***
Malang, 09 Oktober 2018
Lilik Fatimah Azzahra