Miss. Sherlick
Bag.4
Kisah sebelumnya: Jhon dan Miss. Sherlick sangat terkejut setelah berhasil membuka flashdisk milik Nona Mirza. Teka-teki mulai terkuak. Puzzle demi puzzle dirangkai sedemikian rupa untuk menemukan benang merah.
Siapa sebenarnya yang dimaksud dengan sebutan Tuan oleh Nona Mirza?
--------
Jhon tertawa begitu melihat perubahan pada raut wajahku. Sekalipun rasa risih menghinggapi, aku tetap harus bersikap profesional. Mau tidak mau harus menyimak dengan seksama foto-foto Nona Mirza yang---maaf, nyaris semuanya dalam pose tanpa busana.
"Kau tidak ingin ikut mengamati foto-foto ini, Jhon?" tanyaku sengaja menggoda Jhon yang berdiri menjauh. Jhon tertawa.
"Mungkin kelak kalau aku sudah menikah, Sherlick."
Di luar udara sedang tidak bersahabat. Kabut mulai turun menutupi jalanan. Sedari pagi aku terpenjara di dalam apartemen. Padahal pagi ini aku harus menemui seseorang.
Terpaksa aku menelpon. Memberi tahu bahwa rencana batal karena faktor cuaca. Aku tidak ingin terjebak di dalam kabut.
Sosok yang kuhubungi itu adalah Inspektur Don Apole. Pria berkulit gelap yang biasa membantu menangani kasus-kasus rumit yang kuhadapi.
Keterlibatan Inspektur Don Apole dalam setiap menangani kasus bukan berarti aku tidak bisa mengandalkan Jhon. Bukan begitu. Jhon sama andalnya dengan Inspektur muda yang penampilannya agak misterius itu. Hanya saja, untuk urusan birokrasi, Don--begitu aku memanggilnya, ia lebih cekatan dibanding Jhon.
Terdengar langkah tergesa menaiki anak tangga. Kupikir itu pasti tukang koran yang biasa datang di jam-jam seperti ini.
Jhon yang berinisiatif membuka pintu.
"Masuklah, Don!" terdengar Jhon berseru lantang. Sejenak aku mematikan laptop. Berdiri menghadap ke arah pria yang berdiri di samping Jhon, yang mengenakan mantel tebal untuk menangkal udara dingin.
"Selamat pagi, Don. Kau muncul seperti thunder," aku tersenyum ke arahnya. Inspektur muda itu tidak menyahut. Ia melepas topi dan mantelnya, kemudian menggantungkan benda-benda itu di atas hanger yang berada di sudut ruang tamu.
"Aku harus bicara denganmu, Sherlick. Ini penting," Don menarik sebuah kursi, lalu duduk tepat di hadapanku.
Entah mengapa pagi itu aku melihat wajah Don Apole tampak begitu lugu dan manis.
***
Don mengeluarkan secarik kertas dari saku seragamnya. Ia mengamati sejenak catatan-catatan kecil di tangannya sebelum kemudian menyodorkan kertas itu ke arahku.
"Jadi pria berdarah Timur Tengah itu ternyata kabur, ya?" aku tersenyum, tidak bisa lagi menyembunyikan rasa geli.
"I-ya, Sherlick. Aku menyesal waktu itu tidak mendengarkan saranmu," Don mengerjap-ngerjapkan kedua bola matanya.
"Aku sudah membaca gelagat tidak baik usai kauperlihatkan rekaman pembicaraan bersama orang itu, Don. Ia tipe pria pengkhianat," kali ini aku berkata.serius. Don menatapku.
"Kalau aku bagaimana, Sherlick?Menurutmu aku ini tergolong pria yang ..."Â
"Ehem!" Jhon berdehem. Aku melambaikan tangan ke arahnya.
"Jhon, sementara aku mandi, tolong temani Inspektur Don mempelajari foto-foto Nona Mirza, ya!" aku beranjak. Meninggalkan dua pria yang tak sempat lagi menolak perintahku.
***
Dari informasi yang disampaikan oleh Inspektur Don Apole, aku mengetahui bahwa pria keturunan Timur Tengah itu sekarang tengah berada di suatu tempat. Sepertinya ia telah berhasil mengelabuhi banyak orang. Termasuk pemerintah.
Dan masih menurut penuturan Don, di tempat pelariannya itu, si pria tua mendapat pengawalan sangat ketat dari anak buahnya.
"Dia tidak bisa tersentuh, Sherlick. Baik secara fisik maupun hukum," Don mengeluh panjang. Aku mengibaskan rambutku yang masih basah. Sembari menuang teh panas ke dalam cangkir.
"Kecuali jika Nona Mirza bersedia membeberkan semuanya, bukan?" aku menimpali.Â
"Tapi kita tidak bisa terlalu berharap kepada Nona itu, Sherlick. Sebab..." Inspektur muda itu tidak melanjutkan kalimatnya. Jhon yang tengah asyik membaca koran seketika menatap ke arahku.
"Sebab Nona cantik itu telah positif diculik, Sherlick. Koran pagi baru saja memuat beritanya," Jhon mengangkat koran di tangannya. Menunjukkan tulisan besar-besar ke arahku.
"Wah, ternyata wartawan lebih gesit menyampaikan berita ketimbang aku," Don tertawa renyah.
Mendengar penuturan Jhon sejenak mataku menyipit. Otakku sibuk bekerja.. Berusaha mengingat-ingat sesuatu.Â
Yup!Â
Aku menghampiri Jhon dan menepuk pundak sepupuku itu keras-keras.
"Jhon! Sepertinya aku tahu di mana Nona Mirza saat ini berada!"
Bersambung....
***
Malang, 04 September 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H