Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ki Dalang Basuki dan Kumbakarna

17 Agustus 2018   21:08 Diperbarui: 18 Agustus 2018   05:52 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber :jatmikajati.blogspot.com

Malam itu ketika merapikan properti mendalang, Ki Dalang Basuki tercengang. Kumbakarna--wayang  kesayangannya, raib. Ia pun mulai panik.

Ki Dalang akhirnya membongkar kembali wayang-wayang yang semula sudah disusun rapi di dalam peti. Dikeluarkannya seluruh benda berbentuk pipih itu dan menjejernya di atas amben. Ia memisahkan antara wayang Bala Pandawa dan wayang Bala Kurawa. Juga tentara Sugriwa dan pasukan Rahwana.

Tapi hingga wayang-wayang di dalam peti habis, ternyata Kumbakarna tidak diketemukannya.

***

"Tidak mungkin!" Ki Dalang Basuki bicara sendiri. Menepis pikiran konyol yang melintas begitu saja di dalam benaknya. 

"Tidak mungkin Kumbakarna iseng begitu," ia menelan ludah. Tenggorokannya tiba-tiba terasa kering dan tercekat.

"Tapi...siapa tahu juga, ya. Semua bisa saja terjadi," ia mulai bimbang. Lalu perlahan tangan kurusnya meraih wayang-wayang yang menumpuk di hadapannya. Satu persatu dimasukkannya kembali benda-benda yang terbuat dari kulit sapi pilihan itu ke dalam peti dengan hati-hati.

Sampai jauh malam pria berusia setengah abad itu tidak bisa memejamkan mata. Ia duduk termenung di dekat jendela memikirkan hilangnya wayang Kumbakarna. Kemana dia? Kemana wayang idolanya itu pergi?

Selama berpuluh tahun menggeluti dunia wayang, kejadian semacam ini belum pernah terjadi. Ia belum pernah kehilangan satu wayang pun. Sebab ia termasuk orang yang sangat teliti. Setiap kali usai menggelar pertunjukan bisa dipastikan wayang-wayang yang baru digelar akan ngandang dengan aman di dalam peti.

"Mungkin Bapak lupa. Bisa saja si Kumbakarna terselip di suatu tempat," Halimah memberanikan diri bicara.

"Sebenarnya aku merasa aneh saja, Imah. Kumbakarna ini mestinya masih tertidur selama 6 bulan. Dia tidak akan bangun sekalipun dijugrak dengan berbagai cara," Ki Dalang Basuki menatap Halimah, dalam-dalam.

"Itu kan dalam kisah pewayangan Kumbakarna mesti menjalani semacam kutukan nendrasan. Tapi dalam dunia nyata ia tetaplah benda mati yang bisa saja ketlisut," Halimah menimpali sembari tersenyum. Kadang perempuan yang berselisih umur tidak terlalu jauh dari suaminya itu merasa geli. Karena pria yang menikahinya lebih dari 30 tahun itu acap kali mencampuradukkan dunia pewayangan yang digelutinya dengan dunia realistis yang dijalani.

"Kumbakarna itu jenis wayang raksasa. Tidak mungkin sampai terselip," Ki Dalang Basuki tetap ngeyel, bersikukuh bahwa  Kumbakarna memang sengaja menghilangkan diri.

Halimah akhirnya memilih mengalah. Ia tahu bagaimana karakter suaminya. Kalau dituruti berdebat bakal tidak rampung sampai pagi.

"Sekarang lebih baik Bapak tidur saja. Bukankah besok masih ada kesibukan mempersiapakan acara ruwatan desa?" Halimah mengulurkan tangan. Membimbing Ki Dalang yang masih juga tidak bisa berhenti memikirkan Kumbakarna.

***

Siapa sebenarnya Kumbakarna?

Dalam kisah pewayangan Kumbakarna digambarkan sebagai tokoh berwujud raksasa. Ia saudara kandung Rahwana. 

Meski bersaudara Kumbakarna memiliki perangai berseberangan dengan Rahwana. Jika Rahwana dikenal sebagai tokoh wayang yang bengis, maka Kumbakarna sebaliknya. Ia raksasa baik hati. Berjiwa ksatria. Patriot sejati yang tak segan berkorban jiwa raga demi membela tanah air tercinta.

Barangkali sifat-sifat terpuji yang dimiliki oleh Kumbakarna itulah yang membuat Ki Dalang Basuki memperlakukannya sedikit berbeda dari wayang-wayang yang lain. Wayang bertubuh tipis dengan ukiran rumit itu sangat dieman-eman. 

Dan yang Ki Dalang tidak habis pikir adalah setiap kali melakonkan Kumbakarna di depan geber, ia selalu merasakan dadanya membuncah. Semangatnya ikut berkobar-kobar seolah menyatu dalam diri Kumbakarna.

"Sudahlah. Bapak jangan murung begitu. Rehat dulu nggih, Pak," Halimah mengingatkan sekali lagi.

Akhirnya meski menyimpan rasa sedih, Ki Dalang memutuskan menuruti saran istrinya. Ia segera naik ke peraduan. Sebab esok pagi ia harus tampil bugar saat bertemu dengan para pamong desa.

***

Sebelum Subuh Halimah sudah bangun. Menyiapkan uba rampe yang akan dibawa oleh suaminya. Bunga tujuh rupa, kemenyan, anglo dan arang, semua dimasukkan ke dalam satu tas besar. 

Sementara pagi perlahan mulai merambah. Halimah pun bergegas menuju kamar untuk membangunkan suaminya. Di atas ranjang Ki Dalang Basuki tampak masih tertidur lelap.

"Pak, Bapak? Bangun. Sudah siang," Halimah menyentuh punggung suaminya yang wajahnya menghadap ke arah dinding. 

Ki Dalang tidak bergerak. Masih diam. 

"Pak?" sekali lagi Halimah mengulurkan tangan. Kali ini perempuan itu menggucang-guncangkan pundak suaminya agak keras.

Ki Dalang Basuki menggeliat. Lalu berbalik badan. Sontak Halimah terkejut. Tanpa sadar kakinya mundur beberapa langkah. 

Halimah menahan napas. Ia melihat satu keganjilan di dalam diri suaminya.

Sejenak kemudian perempuan itu teringat sesuatu. 

Kumbakarna! 

Ia tahu sekarang. Wayang kesayangan suaminya itu sebenarnya tidak hilang.

Adakah di antara pembaca yang bisa menjelaskan mengapa Halimah berpikiran begitu? Apa yang sudah dilihatnya?

***

Malang, 17 Agustus 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun