Oh, Tuan, jangan lupa,
aku ini sekuntum mawar
yang pada tangkaiku dipenuhi duriÂ
Yang pada hatiku bisa bertumbuh onak dendam tak terperikan
Mirza, Mawar yang Terluka
----
Kuhela napas panjang berkali-kali. Apakah syair itu semacam warning bagi seseorang?. Tapi siapakah dia? Siapakah orang itu--yang dimaksud dengan sebutan Tuan?
Pikiranku terus saja berputar-putar.Â
Lantas aku teringat kembali wajah pucat Nona Mirza saat bertemu denganku beberapa jam lalu. Mata yang sayu. Menyiratkan kelelahan. Mata itu seperti memendam kesedihan dan kebingungan yang teramat dalam. Dan mata sayu itu sesekali melirik ke arah bunga mawar yang kuletakkan di sudut ruangan.
"Kau menyukai bunga mawar juga, Nona?" tanyaku saat itu. Nona Mirza tidak menyahut. Hanya sorot mata yang semula redup berubah berbinar. Dan itu sudah cukup memberi penjelasan bagiku.
Pintu berderit. Kulihat Jhon kembali masuk.
"Sudah kau pelajari isi flashdisk itu, Sherlick?" Jhon bertanya seraya berdiri di sebelahku.
"Hanya curhat biasa, Jhon. Curhat perempuan yang tengah dilanda kebingungan."
"Bukan soal curhat yang kutanyakan padamu, Sherlick. Tapi tentang foto-foto yang tersimpan di dalam flasdisk itu."