"Berhasil!" Jhon berseru girang.
"Pelankan suaramu, Jhon! Kau bisa membangunkan seluruh penghuni apartemen," aku menegurnya. Jhon tersipu.
"Tapi Sherlick, bagaimana bisa kau pecahkan kode rahasia segampang itu? Apakah ia--Nona Mirza maksudku, sempat mengatakan seuatu padamu?" Jhon bertanya heran. Aku mengalihkan pandang dari layar laptop ke luar jendela.
"Tidak, Jhon. Nona Mirza tidak mengatakan apa-apa padaku."
"Lalu?" mata Jhon menyipit.
"Sepupuku sayang, kau tahu kebiasaanku bukan? Setiap bertemu seseorang, aku selalu mempelajari gerak-geriknya. Mulai dari tatapan mata, cara dia tersenyum, cara dia duduk, dan..."
"Dan hingga detik ini aku belum paham juga. Mengapa kau suka melakukan kebiasaan aneh seperti itu," Jhon mengerucutkan bibirnya. Aku tertawa.
"Sudah bisa terbaca, Jhon? Mm, maksudku--aku sudah tidak sabar ingin tahu apa saja yang Nona Mirza simpan di dalam flashdisknya itu!"
***
Mata Jhon terbelalak. Mulutnya ternganga. Wajahnya memerah.
"Ada apa, sepupuku? Wajahmu kelihatan mengenaskan sekali," olokku.