Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermis | Tiket Kematian

7 Juli 2018   12:18 Diperbarui: 7 Juli 2018   12:40 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peluit kapal berbunyi keras sekali. Memekakkan telinga. Beberapa awak terlihat sigap membuang sauh. Kapal pesiar yang semula berdiri tenang mulai bergerak dan siap berlayar meninggalkan dermaga.

Aku masih berdiri di tepi danau. Menatap airnya yang hitam mengeruh.

Sementara Masio, ia belum juga beranjak dari duduknya. Masih bersila. Pandangannya lurus mengarah ke arah depan. Kedua tangannya menempel di atas dada sebelum kemudian ia mengangkat kedua tangan itu tinggi-tinggi.

"Semua sudah terlambat, Masio! Kapal sudah berangkat!" aku berseru lantang penuh kepuasan. Masio tidak menyahut. Kedua matanya masih terpejam.

"Kalau saja orang-orang itu tidak menangkap Karina..." aku bergumam serupa desah. Masio menaikkan sedikit cuping telinganya, mendengarkanku. 

"Kau masih bisa menarik kembali rencana gilamu itu, Caprio. Biarkan kapal pesiar itu sampai di tempat tujuan dengan selamat," Masio mulai berdiri. Aku membuang muka. Pura-pura tidak mendengar ucapannya. 

Tiga puluh menit sudah waktu bergulir. Tidak terjadi apa-apa--tepatnya belum terjadi apa-apa. Aku mulai meraba tas pinggang yang resletingnya sengaja kubiarkan terbuka.

Kuraup semua uang hasil penjualan tiket di dalam tas dengan kasar. Lalu kuhambur-hamburkan ke udara. 

Langit kian gulita. Kabut pekat turun secara tiba-tiba. Pandanganku masih mengarah pada satu titik. Pada benda berbentuk trapesium yang mengambang dengan tenang di tengah danau.

Sudah saatnya. Bisikku geram. Kuangkat tanganku tinggi-tinggi. Kuteriakkan nama Karina sekeras-kerasnya. Hingga tenggorokanku terasa sakit, perih dan terluka. 

Aku nyaris tersedak manakala tampak sepercik api mulai mengitari kapal pesiar yang baru setengah jam meninggalkan dermaga itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun