"Tiketnya masih ada?" salah satu dari mereka bertanya. Terburu aku merogoh tas kecil yang menempel di pinggangku.
"Ya, masih ada. Masih banyak!" aku tersenyum gembira sembari mengibaskan lembaran kertas yang terbendel rapi. Aku sengaja menunjukan angka yang tertera besar-besar pada tiket di tanganku. Angka yang sangat menggiurkan.Â
Serempak orang-orang yang hendak menghabiskan liburan itu berebut menyodorkan uang ke arahku.
"Aku beli lima lembar, Bung!"
"Aku tujuh."
"Dua."
"Sepuluh!"
Dalam kurun waktu kurang dari sepuluh menit tiket yang kupegang terjual habis. Tas pinggangku yang semula kosong kini dipenuhi oleh lembaran uang.
"Kau menjual tiket melebihi kapasitas, Caprio. Itu sangat berbahaya," Masio yang belum beranjak dari tempat duduknya menatapku. "Ini sungguh tidak adil. Ada anak-anak tak berdosa yang akan ikut di dalam kapal pesiar itu."
"Apakah mereka berpikir hal yang sama ketika membawa Karina? Asal kau tahu, Masio. istriku itu saat tertangkap, ia tengah mengandung anak-anakku!" aku berseru kalap.Â
***