Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Artikel Utama

Cerpen | Misteri Tuan Marbot

6 Juni 2018   16:11 Diperbarui: 6 Juni 2018   18:37 3047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, Abah memanggil pemuda itu Bilal. Entah siapa nama sesungguhnya.

Bilal menempati kamar kecil yang berada tepat di samping kiri surau. Ia dipercaya oleh Abah sebagai marbot. Diserahi kunci sekaligus diberi wewenang membenahi surau yang sudah lama tidak dipergunakan. 

Di hari pertama yang dia lakukan adalah mengeluarkan semua tikar dan sajadah. Dijemurnya benda-benda itu di depan surau. Lalu mengecat dinding ruangan yang semula berwarna abu-abu menjadi putih bersih. 

Setelah menyapu dan membersihkan debu yang melekat pada kitab-kitab tua termasuk Kitab Suci Al Quran, ia mengganti lampu ruangan dengan bohlam berukuran besar yang sinarnya jauh lebih terang dari lampu sebelumnya.

Di hari-hari berikutnya ia membenahi kusen. Sebagian ditambalnya dengan semen. Sebagian lagi yang tidak tertolong ia ganti dengan ruas kayu yang menumpuk di samping surau.

Dalam kurun waktu satu minggu, wajah surau sudah berubah total. Bersih, rapi dan menyenangkan.

Jelang sore hari, di mana untuk pertama kali surau bisa ditempati, kami melaksanakan Sholat Asar berjamaah. Abah menjadi Imam. Sementara aku dan Bilal menjadi makmum. Tentu saja tempat kami terpisah. Ada sekat terbuat dari kain gorden berwarna putih yang membatasi kami.

Oh, ya. Abah juga meminta Bilal untuk memasang kembali  loudspeaker  yang sudah lama tidak terpakai, yang beberapa kabelnya sudah putus digerogoti tikus.

Anehnya, lagi-lagi di tangan Bilal benda itu bisa dipergunakan lagi.

Suatu Subuh aku terbangun dari tidur lelapku. Suara azan terdengar merdu mengalun dari surau. Itu pasti suara pemuda asing itu. Sungguh, Abah tidak salah memanggilnya Bilal. Ia memang memiliki suara yang sangat indah seperti kisah muazin di zaman Rasulullah.

Tidak ingin tertinggal sholat berjamaah, gegas aku beranjak dari tempat tidur. Meraih hijabku yang tercecer di atas meja. Lalu berjalan tergesa menuju pancuran untuk mengambil air wudhu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun