"Wah, kabur lagi!" Rash berseru kecewa. Kemudian kulihat Rash berlari-lari kecil lagi. Mengejar seekor tikus yang melintas di sepanjang rel kereta api.
Rash tidak mau berhenti. Ia terus saja memburu tikus itu. Rash mengira tikus itu adalah Bapak.
Dan aku tidak bisa menghentikannya.
Juga ketika kereta api dari arah utara melintas dengan kecepatan tinggi dan melindas tubuh mungil adik laki-lakiku itu---aku pun tidak kuasa menghentikannya.
Sementara dalam perjalanan pulang, saat melewati salah satu gerbong kosong, sekelebat kulihat Ibu. Ia berjalan mengendap-endap bersama seorang pria.
Ah, Ibu. Rupanya ia juga sudah bertransformasi menjadi seekor tikus.
***
Malang, 28 Maret 2018
Lilik Fatimah azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H