Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Duri Kembang Jathilan

3 Maret 2018   06:54 Diperbarui: 3 Maret 2018   08:24 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Itu karena kamu cantik," aku memujinya. Ia tertawa lagi.

"Benar. Karena aku cantik. Dan masih muda. Itu yang membuatku cepat sekali kesohor, mencuri perhatian banyak lelaki hidung belang," ia menenggak habis kopi yang sudah mendingin. "Sekarang aku benar-benar telah menjadi kembang. Kembang berbau busuk. Lebih busuk dari sekadar kembang Jathilan pemuas napsu Wak Dun." 

Ia beralih meraih sigaret di atas meja. "Rokok suamimu?" 

Aku mengangguk.

Sebentar kemudian asap mengepul dari lubang hidung dan mulutnya.

***

Ini sudah hampir setengah tahun ia pergi---lebih tepatnya terusir dari tanah kelahirannya sendiri. Tak ada kabar berita darinya. Kupikir ia sudah betah tinggal di sana. Di losmen milik Mama-mama itu. Atau---aku berharap ia mengalami nasib lebih beruntung dari sekadar menjadi kembang pajangan losmen. Dinikahi oleh seorang pejabat, misalnya.

"Dia itu lonte. Perempuan kurang ajar!" suatu pagi seorang ibu seumuran denganku yang tinggal di sebelah rumah datang bertandang. Aku yang kebetulan sedang sendiri karena suamiku bertugas ke luar kota, terpaksa mempersilakannya.

"Kami kelompok ibu-ibu di kampung ini sepakat akan merajamnya habis-habisan kalau melihat ia masih juga berkeliaran di sini," ibu itu masih meracau. Aku tahu siapa yang tengah dibicarakannya. Pasti gadis itu. Mantan penari Jathilan itu.

"Eh, ngomong-ngomong, saat curhat sama Jeng Ayu dulu apakah ia menyebutkan satu persatu nama-nama lelaki yang pernah menidurinya?" ibu tetangga itu menelisikku.. 

"Maksudnya ?" aku menatapnya bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun