Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jadi Pelakor Itu Berat, Sayang

21 Februari 2018   18:06 Diperbarui: 21 Februari 2018   18:36 3004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untunglah tak lama berselang Prastowo muncul. Pria itu bergegas menenangkan istrinya lalu membawanya pergi menjauh dari hadapan Melati.

Melati menatap kepergian suami istri itu dengan pandang sayu. Setelah menutup pintu depan, ia berjalan lunglai menuju kamar. Melati merasakan tidak saja sekujur tubuhnya yang lelah, tapi juga jiwanya. 

Ternyata menjadi pelakor itu berat. Tidak semua orang kuat. Termasuk dirinya. Ia membatin.

Berpikir demikian Melati memutuskan untuk segera mengakhiri semuanya. Ia tahu, dirinya-lah yang mesti memulai mengambil langkah. Tidak harus menunggu Prastowo. Sebab jika ia menyampaikan niatnya kepada Prastowo, pria itu jelas tidak bakal menyetujui. 

Melati meraih kopor di bawah kolong tempat tidur. Sebentar kemudian ia sibuk memindahkan beberapa barang dan pakaian ke dalamnya. Setelah kopor penuh ia mengusungnya ke teras depan, mengunci pintu dan memencet angka-angka pada ponsel untuk menghubungi taksi.

Sekitar sepuluh menit taksi datang menjemput. Sopir taksi tampak kebingungan saat Melati mengatakan alamat yang ditujunya. Beberapa kali sopir itu menegaskan, "Anda yakin mau diantar ke alamat tersebut Nyonya?"

Melati mengangguk. Melalui kaca spion sopir taksi mencuri pandang ke arah Melati. Tapi kemudian sopir itu memutuskan untuk menghidupkan mesin kendaraannya dan melaju dengan kecepatan tinggi mengantar Melati menuju suatu tempat.

Taksi berhenti di tikungan jalan. Melati turun, melangkah tertatih menyeret kopornya. Sopir taksi tak sempat memperhatilkannya. Ia buru-buru meninggalkan tempat. Sebab ponselnya ribut berdering. Ada penumpang lain yang sudah menunggunya.

Melati memasuki gang sempit, gelap tanpa penerangan. Ia terus saja berjalan dan baru berhenti ketika kakinya menginjak tanah becek bekas hujan seharian. Tanah itu ditumbuhi rumput liar. 

Melati berdiri sejenak di sana. Meletakkan kopornya begitu saja

"Dasar suami tidak tahu diri! Sudah jadi bangkai masih juga berselingkuh!" lamat-lamat telinganya mendengar suara perempuan mengomel. Dari dalam tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun