Ibu melepas kepergianku hingga pintu pagar tanpa berkata-kata.Â
***
Sepanjang perjalanan, di atas bangku kereta, pikiranku mengembara. Melayang-layang pada sosok Drupadi. Aku teringat bagaimana ia menatapku dengan mata sipitnya ketika aku pamit pergi merantau ke pulau seberang.
"Aku pasti akan merindukanmu, Ilham," ujarnya setengah tersipu.
"Benarkah?" aku tersenyum menggodanya. ia mengangguk.
"Tidak ada lagi yang akan memanggilku Drupadi," ia berkata lirih seraya memilin-milin ujung rambutnya yang tergerai.
Aku terdiam.Â
Ia benar. Hanya aku yang memanggilnya Drupadi. Sebab memang nama itu pemberianku. Nama tokoh pewayangan yang sangat kukagumi.Â
Dua jam berselang Kereta Api yang kutumpangi berhenti di setasiun terakhir. Aku melompat turun dan memulai pencarian. Setiap orang yang kutemui kusodori foto Drupadi. Barangkali saja mereka pernah melihatnya atau mengenalinya.
Tapi usahaku tidak membuahkan hasil. Drupadi yang kucari hingga hari beranjak petang, tak jua kutemukan.
Aku mulai putus asa.