Tahukah kau Bilqis? Sesaat ketika Sulaiman memikirkanmu, pagi yang mendung mendadak cerah. Embun yang semula menggigil di pucuk dedaun Mindi, berubah hangat bak elusan tangan Ibunda.
Semua bersuka cita. Tersebab junjungan Baginda yang dipertuan---Sulaiman, menginginkanmu.
"Aku  telah  mengetahui  sesuatu  yang  Tuan  belum  mengetahuinya.  Dan  aku  akan membawa  ia  kepadamu..." Burung Hud-Hud sang pembawa berita, menyampaikan kabar suka cita. Kabar yang membuat Sulaiman tak lagi tenang duduk di singgasananya.
Hari itu juga, Bilqis. Diperintahkannya ia, burung kesayangan itu tuk bersua denganmu.
Tentu kau belum lupa, bukan? Isi surat yang diselipkan di kaki burung berjambul unik itu, yang ditulis sendiri oleh Sang Maha Raja pemilik Negeri Yaman.
"Tentu.  Aku  tidak  akan  pernah  melupakan. Bagaimana  hatiku  berdebar  tidak  karuan,  saat  membuka  lembar  surat  bertinta  emas  bertabur berlian."
Bilqis. Kuberitahukan padamu. Bukan hanya Burung Hud-Hud yang berharap Tuannya membawamu. Jin Ifrid pun tak segan menyampaikan bahwa ia ingin memboyongmu ke hadapan Tuannya, dalam waktu seketip mata.Â
Jin dari segala jin yang tunduk pada Sulaiman itu sekadar ingin menunjukkan, bahwa nun jauh di sana, di sebuah Negeri bernama Saba ada seorang perempuan cantik sepertimu.
"Ia  semakin  mencuri  hatiku---Sulaiman  itu,  ketika  kukirimkan  harta  kepadanya  imannya  sama  sekali  tak  tergoyah."
Oh, Bilqis. Tentu saja. Jangan kau lupa. Sulaiman adalah hamba Tuhan yang memiliki banyak kelebihan. Nyaris seantero dunia tak bisa menandingi ruah harta yang dimilikinya.
"Kau benar.  Kala  itu  betapa  aku  dipermalukan  oleh  kesombonganku  sendiri.  Kupikir  hanya  aku  manusia  yang  bergelimang kekayaan."
Bilqis, bagaimana perasaanmu ketika Sulaiman membawamu ke istananya?Â
Katakan padaku, aku ingin tahu.
"Oh,  aku  berseru  takjub.  Subhanallah! Maha  Suci  Allah pemilik  seluruh  sekalian  alam.  Yang  telah mempertemukan  aku  dengan  seorang  Imam."
Bilqis. Kukira cukup perbincangan kita kali ini. Bolehkan aku pamit meninggalkan istanamu? Aku harus berhembus ke arah Tenggara. Melanglang ke sebuah negara bernama Indonesia. Kudengar penduduknya di sana tengah mengalami krisis kepercayaan.
"Baiklah  angin.  Pergilah.  Sampaikan  salamku  untuk  Indonesia.  Ceritakan  pada  mereka  kisah  ketauladanan  Nabi-nabi.  Ingatkan  pada  para  pemimpinnya,  bahwa  hancurnya  sebuah  negeri  bermula dari  hilangnya  kepercayaan  dan  jati  diri."
***
Malang, 18 Januari 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H