"Ini bukan soal boleh apa tidak Mon. Bukan soal salah atau benar. Dengarkan dulu...."
Dan Pras tahu, Monik tidak bakal mendengarkannya.Â
Istrinya itu tahu-tahu sudah menghilang menuju dapur.
***
Suara ribut-ribut di luar rumah membuat Monik bergegas  membuka pintu. Beberapa orang ramai-ramai menggotong tubuh Pras. Monik berlari menghambur.
"Terjatuh dari motor, Mbak. Diantar ke Rumah Sakit menolak. Jadi kami membawanya pulang," seorang pemuda yang ikut menggotong memberi penjelasan.
"Sudahlah, aku tidak apa-apa," Pras memberi tanda ke arah Monik agar istrinya itu tenang.
"Baiklah, sodara-sodara, karena suami saya menyatakan ia baik-baik saja, maka saya ucapkan terima kasih atas pertolongannya. Sekarang kalian boleh meninggalkan dia," Monik menyalami satu persatu relawan yang telah mengantar Pras.Â
"Kau perlu bantuanku, Pras? Memapahmu masuk ke dalam rumah misalnya," Monik beralih menatap suaminya. Pras tidak menyahut. Hanya sorot matanya membalas tatapan Monik---sepenuh arti.
Dan Monik senang melihat Pras menatapnya seperti itu. Sudah lama ia ingin melihatnya--melihat sorot mata lembut itu bicara jujur.Â
Monik tersenyum.Â