Pesona Gunung Bromo telah menjadi ikon sekaligus kebanggaan masyarakat Jawa Timur. Destinasi wisata yang menawarkan keindahan alam pegunungan yang masih aktif membuatnya tak pernah sepi. Bukan hanya wisatawan lokal yang tergiur ingin menikmati sensasi indahnya, wisatawan asing pun banyak yang datang berbondong-bondong.
Pesona Kultural yang Tak Lekang Dimakan Waktu
Mendengar nama Gunung Bromo tidak terlepas dari kisah Jaka Seger dan Rara Anteng yang cukup melegenda. Kawahnya yang menggelegak tak kunjung henti disertai kepulan asap belerang diyakini oleh masyarakat yang mendiami sekitar Gunung Bromo, sebagai wujud diterimanya sesembahan atas anak agung Arya Kusuma yang rela menceburkan diri ke kawah gunung demi menyelelamatkan penduduk dan keluarganya dari kemurkaan sang dewata.
Untuk mengenang serta menghormati pengorbanan Arya Kusuma tersebut, hingga kini setiap tahun pada bulan Asyura selalu diadakan perayaan Upacara Kasada di tepi kawah Gunung Bromo.
Untuk sampai ke Gunung Bromo, ada tiga rute yang bisa akses. Rute-rute tersebut biasa disebut dengan istilah penanjakan. Rute pertama bisa melewati Kabupaten Malang jalur Gubuk Klalah-Poncokusumo. Rute kedua bisa ditempuh dari Pasuruan lewat Desa Wonorejo, sedang rute ketiga bisa dilalui dari arah Lumajang.
Di antara ketiga rute tersebut, yang paling banyak dilalui oleh para pelancong adalah rute dari Kabupaten Malang arah Gubuk Klalah. Mengapa demikian? Salah satu alasan mendasar adalah karena di sepanjang jalur yang dilewati terhampar pemandangan indah tak terlupakan.
Diawali dari pemandangan asri jajaran kebun apel di sekitar Desa Poncokusumo, ada wisata alam lain semacam air terjun dan eksplorasi wahana hutan yang bisa dinikmati di sepanjang perjalanan. Dan suguhan terakhir yang paling menakjubkan adalah hamparan indah perbukitan yang mendapat sebutan Bukit Teletubbies.
Ditemani anak lanang, Senin, 25 Desember, bertepatan dengan libur Natal dan tahun Baru penulis berangkat menuju Bromo berboncengan motor. Kami meninggalkan rumah sekitar pukul 10.00 pagi. Tidak ada persiapan khusus yang kami lakukan. Sebab kebetulan cuaca Kota Malang hari itu cerah ceria.
Namun prediksi cuaca ternyata meleset dari perkiraan. Memasuki area hutan Gubuk Klakah, langit mulai tersapu mendung. Awan hitam menggelayut. Dan hujan lebat pun turun mengguyur.
Belum separuh perjalanan terlampaui, tubuh kami basah kuyup disertai gigil kedinginan. Motor mulai terseok menanjak melewati punggung perbukitan yang tertutup kabut.
Beruntung kami menemukan pos kecil di sekitar Bukit Teletubies yang terkenal indah itu. Namun sangat disayangkan, kabut pekat menghalangi penampakan bukit yang sedianya ingin kami abadikan.
Sensasi lain yang kami rasakan adalah ketika motor mulai melewati lautan pasir di sekitar kaki Gunung Bromo. Bau belerang mulai tercium terbawa oleh angin gurun. Tubuh kami kian menggigil. Hujan deras tak kunjung reda. Beberapa kali roda motor terjebak pasir. Â Jadi acap kali motor terguling karena roda terbenam ruahan pasir.
Meski demikian aral hujan dan jebakan lautan pasir tak mampu menyurutkan semangat. Â Kami terus meluncur menuju Bromo yang punggungnya mulai terlihat di kejauhan.
Tantangan belum berakhir. Lautan pasir sudah terlewati, kini tinggal bagaimana cara mencapai puncak Gunung Bromo yang lumayan tinggi. Demi menghemat waktu dan tenaga, anak lanang berinisiatip menyewa jasa seekor kuda untuk saya. Masih ditemani hujan rintik-rintik yang tak kunjung henti, jadilah saya duduk di atas pelana kuda berbulu putih. Ada ketegangan sejenak ketika kuda putih berjalan gontai melewati lereng terjal berbatu. Seraya mengelus lembut punggung hewan berponi tersebut saya berbisik, "Hati-hati ya, sayang. Jalannya pelan-pelan saja..."
Belum sepenuhnya tantangan berhasil ditaklukan. Masih ada satu sesi lagi yang harus dilewati---yakni menapaki anak tangga gunung yang berjumlah 250. Wow!
Tiba-tiba anak lanang berbisik di telinga saya. Memberi saya semangat. Mama pasti bisa!
Dan akhirnya, setelah berjuang mengalahkan  pobhia  ketinggian diselingi napas ngos-ngosan, saya sampai juga di tepi kawah Bromo---menikmati indahnya karunia Tuhan di bawah guyuran hujan Desember.
Malang, 26 Desember 2017
Lilik Fatimah AzzahraÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H