Belum separuh perjalanan terlampaui, tubuh kami basah kuyup disertai gigil kedinginan. Motor mulai terseok menanjak melewati punggung perbukitan yang tertutup kabut.
Beruntung kami menemukan pos kecil di sekitar Bukit Teletubies yang terkenal indah itu. Namun sangat disayangkan, kabut pekat menghalangi penampakan bukit yang sedianya ingin kami abadikan.
Sensasi lain yang kami rasakan adalah ketika motor mulai melewati lautan pasir di sekitar kaki Gunung Bromo. Bau belerang mulai tercium terbawa oleh angin gurun. Tubuh kami kian menggigil. Hujan deras tak kunjung reda. Beberapa kali roda motor terjebak pasir. Â Jadi acap kali motor terguling karena roda terbenam ruahan pasir.
Meski demikian aral hujan dan jebakan lautan pasir tak mampu menyurutkan semangat. Â Kami terus meluncur menuju Bromo yang punggungnya mulai terlihat di kejauhan.
Tantangan belum berakhir. Lautan pasir sudah terlewati, kini tinggal bagaimana cara mencapai puncak Gunung Bromo yang lumayan tinggi. Demi menghemat waktu dan tenaga, anak lanang berinisiatip menyewa jasa seekor kuda untuk saya. Masih ditemani hujan rintik-rintik yang tak kunjung henti, jadilah saya duduk di atas pelana kuda berbulu putih. Ada ketegangan sejenak ketika kuda putih berjalan gontai melewati lereng terjal berbatu. Seraya mengelus lembut punggung hewan berponi tersebut saya berbisik, "Hati-hati ya, sayang. Jalannya pelan-pelan saja..."
Belum sepenuhnya tantangan berhasil ditaklukan. Masih ada satu sesi lagi yang harus dilewati---yakni menapaki anak tangga gunung yang berjumlah 250. Wow!
Tiba-tiba anak lanang berbisik di telinga saya. Memberi saya semangat. Mama pasti bisa!