"Tapi Kak..."
"Tidak ada tapi-tapian!"
Aku tahu siapa yang dimaksud dengan sebutan perempuan itu. Sedih sekali mendengarnya. Tapi aku tidak boleh putus asa. Bukankah saat aku memutuskan menerima pinangan Mas Yon, aku sudah siap menanggung segala resiko termasuk tidak disukai oleh anak-anaknya?
"Aku pasti bisa meluluhkan hati anak-anakmu, Mas," ujarku kala itu. Mas Yon tertawa.
"Kau keras kepala, Rin. Dan keras kepalamu itu yang membuatku tidak ragu menjatuhkan pilihan padamu."
***
Ini bulan kelima aku menjadi istri Mas Yon, tinggal serumah dengan kedua anaknya yang makin lama makin menjauh dariku.
Meski perlakuan yang mereka tunjukkan padaku sangat tidak menyenangkan, aku tetap berusaha menjaga hati untuk bersabar. Ibu yang mengajariku begitu.Â
"Tidak ada batu yang tidak berlubang jika tersentuh hujan terus menerus, Rin," wejangan Ibu terngiang selalu di telingaku. Dan menjadi peganganku dalam upaya meluluhkan hati anak-anak Mas Yon.
Ini hari Jumat. Hari baik bagi semua mahluk di bumi. Aku mempercayai benar hal itu.Â
Matahari sudah sejak tadi condong ke barat. Tapi aku belum melihat sosok Shinta pulang dari sekolah. Aku mencoba menghubunginya lewat ponsel. Meski aku tahu, pesan yang kukirim tidak pernah sekalipun dibaca atau dibalasnya.