"Ada yang mau mendengar dongeng dari Bu Lilik?" Mbak Ajeng Ria menawarkan. Beberapa anak mengacungkan tangan. Jadilah sore itu saya mendongeng di hadapan anak-anak---yang mengingatkan saya pada murid-murid bimbel saya.
"Awalnya saya bersama suami menggagas berdirinya Omah Backpacker, sebuah tempat untuk menginap. Inisiatif ini muncul atas dasar keluhan beberapa teman dari luar kota dan manca negara yang menyatakan kesulitan mencari penginapan murah. Maka saya dan suami merelakan kamar kosong yang ada di rumah kami sebagai tempat transit bagi tamu yang ingin menghabiskan liburan di sekitar Kota Malang. Kami tidak memungut beaya. Para tamu yang menginap hanya kami sarankan menyumbangkan buku-buku. Alhasil, buku-buku yang kami terima sangat banyak dan menumpuk. Dari situlah terbersit ide memanfaatkan buku-buku tersebut dengan merekrut bocah-bocah di sekitar lingkungan kami agar mereka ikut membaca."
Sungguh, saya merasa sangat kagum dengan pemikiran Mbak Ajeng dan suaminya. Kini impian mereka sudah terwujud. Bocah-bocah yang direkrutnya lumayan banyak. Sekitar 70 anak dan ternaungi di bawah sebuah komunitas warga bernama Omah Sinau.
Sembari momong bocah-bocah, pembicaraan kami terus berlanjut. Masih menurut Mbak Ajeng Ria, Omah Sinau mendapat dukungan penuh dari warga setempat. Ibu pamong desa dan anggota PKK ikut berkecimpung. Karang Taruna tak segan membantu. Hampir semua warga dilibatkan di dalamnya. Memang itulah tujuan utama didirikan Omah Sinau ini. Agar seluruh warga merasa ikut memiliki dan bertanggungjawab memajukannya.
Omah Sinau sendiri meski baru terbentuk sekitar satu tahun lalu, sudah memiliki program pembinaan yang beragam sesuai dengan minat dan bakat siswa yang tergabung. Ada kelas catur, kelas menggambar, kelas menari, kelas beladiri, kelas diskusi, kelas Bahasa Inggris dan lain sebagainya. Pada saat saya berkunjung kebetulan hari Jumat, hari di mana jadwal kelas  free alias bebas bermain. Itulah sebabnya anak-anak pada sore itu asyik bersuka ria menghabiskan waktu mereka dengan alat permainan yang telah disediakan. Â
Ada yang menggelitik hati usai pertemuan singkat dengan sosok perempuan muda berpenampilan bersahaja itu. Kata-kata bijak yang tak sadar diucapkannya.
"Kami pernah mengalami keterpurukan Mbak Lilik. Tapi kami berusaha untuk bangkit. Dari pengalaman pahit itulah kami mengambil banyak hikmah. Lantas kami berpikir, tak harus menunggu berlebih untuk berbagi. Dengan sedikit yang kami punya dan bisa, kami tetap berharap menjadi insan bermanfaat bagi orang lain."
Hmm...bagaimana dengan saya dan Anda?