Pertama kali melihat mahluk itu saat aku masih bayi. Entah dari mana datangnya, tahu-tahu ia berada di atas ranjang, bergerak merayap menyusuri betis Ibu. Menjilati sisa-sisa air ketuban yang lengket menggunakan ujung lidahnya yang bercabang. Ibu yang kala itu baru saja melahirkanku, menggelinjang.
Mahluk aneh itu tidak saja mengendus, tapi juga mencium bagian-bagian tubuh Ibu yang lain. Dan anehnya, Ibu tampak sangat bahagia.
 "Suster, ada mahluk menakutkan di ranjang Ibu!" seruku menggunakan bahasa bayi. Menangis. Tentu saja suster tidak bisa memahami. Suster hanya tahu, setiap bayi yang baru lahir pasti menangis.
Suara tangisku bertambah kencang ketika mendengar mahluk aneh itu mendesis. Desis disertai aroma busuk keluar dari rongga mulutnya.
Aku muntah.
"Bayimu mengalami dehidrasi. Ia harus mendapat perawatan khusus," suster memberitahu Ibu. Ibu hanya mengangguk. Tidak terlihat ekspresi khawatir akan keadaanku. Raut wajahnya biasa-biasa saja. Kukira Ibu lebih tertarik pada mahluk menggelikan itu ketimbang terhadapku.
Di ruang perawatan aku masih juga terus menangis. Membuat suster hilang kesabaran dan memutuskan untuk membawaku kembali ke ruangan Ibu.
"Cobalah menyusui bayimu," suster meletakkan tubuh mungilku di samping Ibu. Ibu tidak menyahut. Hanya memiringkan tubuhnya sedikit.
Tangisku agak mereda. Berbaring di samping Ibu membuatku merasa nyaman dan hangat. Aku berharap Ibu segera memeluk dan menyusuiku.
Tapi hingga aku terlelap, Ibu tidak juga menyentuhku.
Ketika aku terbangun karena haus, kulihat Ibu masih asyik mengelus-elus sesuatu. Sesuatu bertubuh licin dengan suara mendesis. Ya, mahluk aneh itu! Ia telah merebut perhatian dengan menyusup nakal di balik kutang Ibu. Lidahnya menyesap-nyesap air susu yang menjadi hakku ---hingga tandas tak bersisa.
"Sayang sekali air susumu tidak keluar. Bayimu terpaksa harus minum susu pengganti," suster datang memeriksa payudara Ibu. Ibu mengangguk.
Itulah awal mula aku sangat membencinya---membenci mahluk aneh yang mendesis dan selalu datang ke ranjang Ibu di setiap tengah malam.
 ***
Ini malam ke-3650 semenjak kelahiranku. Mahluk yang kubenci itu sebentar lagi pasti akan muncul. Ia tidak pernah sekali pun absen mengunjungi Ibu. Dan Ibu selalu menyambut kedatangannya dengan senyum sumringah.
Benarlah. Tengah malam terdengar suara mendesis di depan pintu kamar Ibu. Aku berjalan mengendap-endap. Di tanganku telah siap sebuah karung besar dan sebatang besi panjang.
Hap! Aku berhasil menangkap mahluk yang sangat kubenci itu. Ia meronta-ronta sebentar. Sebelum Ibu memergoki perbuatanku, aku bergegas membawa karung yang telah berisi mahluk panjang itu ke belakang rumah. Kuikat ujungnya kuat-kuat. Lalu kuhujani dengan bongkahan batu besar.
Tak ada suara mendesis lagi. Pasti mahluk itu sudah mati.
Aku berbalik masuk ke dalam rumah. Di pintu dapur aku berpapasan dengan Ibu.
"Dari mana kau, Pri?" Ibu menatapku curiga.
"Aku baru saja menyingkirkan mahluk menyebalkan," sahutku ringan. Ibu mengamati besi panjang di tanganku. Tersadar telah terjadi sesuatu, Ibu  berlari menuju belakang rumah.
"Pri! Apa yang telah kau lakukan? Kau membunuhnya! Ular ini---Ayahmu!"
***
Beberapa jam kemudian ketika Ibu sudah terlihat lebih tenang, ia bercerita panjang lebar mengenai ular itu padaku.
"Pri, lama Ibu dan Ayah tidak mendapat momongan. Lalu kami pergi menemui orang pintar. Keinginan kami bisa terwujud asal sanggup melaksanakan syaratnya. Ayahmu bersedia menjadi tumbal. Dan Ibu pun hamil dirimu. Selama sepuluh tahun sembilan bulan Ayahmu harus rela menjalani hidup sebagai ular. Malam ini adalah malam terakhir jelang kebebasannya. Tapi kau..." Ibu tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya sendu menatapku.
Aku menyesal. Aku ingin sekali minta maaf pada Ibu.Â
Tapi saat membuka mulut, serasa ada yang janggal.Â
Lidahku terjulur---panjang dan bercabang.
***
Malang, 09 Oktober 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI