***
Beberapa jam kemudian ketika Ibu sudah terlihat lebih tenang, ia bercerita panjang lebar mengenai ular itu padaku.
"Pri, lama Ibu dan Ayah tidak mendapat momongan. Lalu kami pergi menemui orang pintar. Keinginan kami bisa terwujud asal sanggup melaksanakan syaratnya. Ayahmu bersedia menjadi tumbal. Dan Ibu pun hamil dirimu. Selama sepuluh tahun sembilan bulan Ayahmu harus rela menjalani hidup sebagai ular. Malam ini adalah malam terakhir jelang kebebasannya. Tapi kau..." Ibu tidak melanjutkan kalimatnya. Matanya sendu menatapku.
Aku menyesal. Aku ingin sekali minta maaf pada Ibu.Â
Tapi saat membuka mulut, serasa ada yang janggal.Â
Lidahku terjulur---panjang dan bercabang.
***
Malang, 09 Oktober 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H