Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dongeng | Cupu Manik yang Terbuang

4 Oktober 2017   09:39 Diperbarui: 4 Oktober 2017   12:03 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ; Jual Beli Cupu Manik Asttogino Bekas/www.bukalapak.com

Dewi Windradi menangkup erat benda mungil berbentuk segi lima itu di tangannya. Perlahan ia membuka tutupnya yang berhiaskan ukiran. Bibirnya mengulum senyum. Dari dalam benda kecil itu ia bisa melihat kembali suasana Kahyangan, tempat dirinya tinggal sebelum ini---sebelum ia menikah dengan Resi Gotama.

Dewi Windradi masih belum melepas senyum begitu melihat sosok Bhatara Surya---dari dalam cupu itu, tengah duduk menyendiri, bersandar di bawah pohon ara. 

Masih seperti dulu, Bhatara Surya masih terlihat tampan dengan wajah bersih bersinar.

Tiba-tiba Dewi Windradi terkenang masa indah itu.

"Dinda Dewi, sebagai bukti  tresna-ku  padamu, kuhadiahkan Cupu Manik ini untukmu. Tapi dengan syarat, hanya Dinda Dewi yang boleh melihat dan menyimpannya," suara Bhatara Surya kembali terngiang. Dewi Windradi merasakan debar itu kembali. Debar jantung tak menentu ketika tangan lembut sang Bhatara menyentuh kedua pipinya. Dengan wajah masih merona disanggupinya pesan itu. Ia berjanji akan menyimpan baik-baik benda pemberian sang dewa terkasih tanpa pernah memperlihatkan kepada siapa pun, termasuk kepada suaminya sendiri, Resi Gotama.

"Bunda!" teriakan keras membuatnya tersadar dari lamunan dan menutup kembali Cupu Manik di tangannya. Agak terburu ia memasukkan benda kenang-kenangan itu ke balik kembennya. Tapi terlambat. Anjani sudah terlanjur melihatnya.

"Bunda, benda apakah itu?" Anjani mendekat. Matanya tak lepas mengawasi kemben Ibunya yang agak kedodoran. Dewi Windradi tidak berkutik. Ia terpaksa mengeluarkan kembali Cupu Manik dan memperlihatkannya kepada Anjani.

"Oh! Benda ini sangat cantik sekali. Dari mana Bunda mendapatkannya?" Anjani menatap Ibunya takjub. Dewi Windradi tidak berani menjawab. Wajahnya terlihat gugup.

"Kau ingin memilikinya, Anjani? Ambillah," tanpa pikir panjang Dewi Windradi menyerahkan Cupu Manik itu ke tangan Anjani. Anjani pun berseru girang.

Kini benda pemberian Bhatara Surya sudah berpindah tangan. 

Tanpa sadar Dewi Windradi telah menyalahi janji.

***

Anjani berlari-lari kecil menuruni lereng bukit. Di tangannya tergenggam benda cantik pemberian sang Ibu. Sejak tadi gadis itu merasa penasaran ingin melihat isi Cupu Manik itu. Tapi ia harus mencari tempat tersembunyi agar tidak terlihat oleh kedua adik kembarnya, Guwarsa dan Guwarsi.

Baru saja hendak membuka tutup cupu, dua tepukan pada pundaknya membuatnya terkejut dan menoleh. Guwarsa dan Guwarsi!

"Hayooo, benda apa itu?" kedua adik kembar menghadangnya. Anjani berusaha menyembunyikan cupu itu di balik kembennya, seperti yang dilakukan oleh Ibunya. Tapi Guwarsa dan Guwarsi mendadak menarik kedua tangannya.

"Hei, lepaskan!" Anjani berteriak panik. Cupu Manik di tangannya pun terjatuh. Benda antik itu menggelinding tak jauh dari kaki kedua perjaka kembar itu.

Terjadilah keributan. Anjani menjatuhkan diri berusaha meraih cupu itu. Demikian juga Guwarsa dan Guwarsi. Keduanya bergulingan berupaya mendapatkan benda berukir yang tergeletak di atas rumput dalam posisi miring.

Ketiga kakak beradik itu nyaris menyentuh ujung cupu ketika tiba-tiba terdengar suara berdehem. Suara berat dan berwibawa. Seketika keributan terhenti.

Resi Gotama berdiri menatap tajam ketiga putra-putrinya.

"Apa yang kalian perebutkan sehingga bersikap seperti anak kecil?" Resi Gotama mengernyit alis. Anjani serta merta meraih Cupu Manik di hadapannya. Lalu menyodorkan benda itu ke hadapan Ayahandanya.

"Dari mana kau dapatkan cupu ini, Anjani?"

"Dari Ibunda, Ayah...."

"Guwarsa, Guwarsi! Panggil Ibumu kemari!"

***

Dewi Windradi hanya menunduk ketika Resi Gotama memintanya untuk memberitahu dari mana ia mendapatkan Cupu Manik itu. Bibirnya bungkam, terkatup rapat.

"Dinda Dewi, ceritakanlah!"

Dewi Windradi tetap membisu. Hatinya bersikukuh, ia tidak ingin menceritakan hubungan yang pernah terjalin antara dirinya dengan Bhatara Surya. Ia ingin menyimpannya sendiri rapat-rapat.

"Dinda Dewi tetap tidak mau bicara? Baiklah. Karena benda ini sudah menimbulkan kericuhan di antara ketiga anakmu, maka selayaknya ia dibuang jauh!" Resi Gotama sangat murka. Dilemparnya Cupu Manik itu sekuat tenaga. Ia tidak peduli pada raut pasi Dewi Windradi dan juga genang airmata perempuan itu.

Akan halnya Anjani dan kedua adik kembarnya, begitu melihat Cupu Manik melayang ke udara, ketiganya spontan berlarian mengejar. Mereka masih berambisi untuk memilikinya.

Cupu Manik terbelah dan jatuh di dua tempat. Sisi badan terjatuh menjelma menjadi Telaga Nirmala sedang tutupnya berubah menjadi Telaga Sumala.

Guwarsa dan Guwarsi mengira cupu itu tenggelam di dasar telaga. Maka tanpa pikir panjang keduanya pun menyelam. Tapi sampai mereka merasa lelah, cupu tak juga diketemukan. Lalu kedua perjaka kembar itu memutuskan menyembul kembali ke atas air. Saat itulah kejadian aneh terjadi. Guwarsa dan Guwarsi berubah wujud menjadi manusia kera.

Melihat dua manusia kera muncul dari dalam telaga, Anjani terhenyak. Ia yakin, kedua manusia kera itu pasti jelmaan adik kembarnya. Ia menyesal karena tadi tidak sempat memberitahu dan mencegah mereka.

Anjani tahu kisah akan berakhir seperti ini---dua adiknya itu akan berubah wujud menjadi manusia kera, termasuk dirinya juga.

Ya, tadi sebelum menyerahkan Cupu Manik ke hadapan Ayahandanya, Anjani sempat mengintip isi cupu itu. Ia terkejut. Dari dalam cupu itu ia bisa melihat apa yang akan terjadi. Termasuk melihat kedua adik kembarnya nyemplung ke dalam telaga dan berubah menjadi hewan berbulu. Ia juga melihat dirinya sendiri sedang membasuh kaki serta wajah kemudian mengalami nasib yang sama seperti adik kembarnya, berubah menjadi manusia kera.

Tidak. Anjani tidak mau hal itu terjadi pada dirinya.

Anjani pun bergegas meninggalkan tepi telaga. Ia harus pergi dari tempat terkutuk itu. Ia tidak peduli pada dua manusia kera yang melompat-lompat ribut di belakangnya.

"Kakak Anjani curang! Nguik...nguiiikkk! Ingat dong Kak! Dalam dongeng ini kita bertiga didaphuk menjadi manusia kera! Balik dong Kak!"

Anjani tetap saja melenggang---telinganya pura-pura tidak mendengar.

***

Malang, 04 Oktober 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun