Hampir dua bulan terjebak rutinitas pekerjaan membuat otak saya jenuh. Bersyukur anak lanang memahami. Melihat emaknya mulai sensi, Minggu kemarin, awal bulan Oktober 2017 ia menawarkan jalan-jalan alias mbolang. Tentu saja tawaran itu saya terima dengan riang gembira.
Kali ini anak lanang membawa saya ke daerah Wajak-Kab. Malang. Arah timur dari pusat kota. Di tengah jalan, anak lanang memberitahu bahwa kami akan berburu hutan pinus. Ia katakan berburu, sebab kami akan mengunjungi 3 hutan pinus sekaligus.
Awalnya saya berpikir, apa sih menariknya dolan ke hutan pinus? Paling-paling hanya melihat deretan pepohonan, tak lebih dari itu.
Tapi saya keliru. Sesampai di tempat tujuan, ternyata banyak sekali hal menarik yang bisa saya dapatkan dan renungkan terlepas dari merefresh otak yang sudah penuh.
Wisata Kampoeng Enem
Kampoeng Enem merupakan kawasan wana wisata yang dikelola oleh perhutani setempat. Terletak di desa Patokpicis, Wajak-Kabupaten Malang, wahana ini memiliki area yang sangat luas dan lokasinya mudah dijangkau. Meski akses jalan masih dalam pembenahan, namun sudah lumayan bagus. Bisa dilewati oleh kendaraan roda 4. Yang menarik, saat memasuki area wahana kita tidak dipungut beaya tiket masuk. Hanya dikenakan ongkos parkir sebesar Rp5000,00.
Di Wana kampoeng Enem selain bisa jeprat-jepret mengabadikan pemandangan alam sekitar, pengunjung juga bisa bersantai ria melepas lelah di atas rumah-rumah pohon sembari menikmati desau angin dan kicau burung.
Ada juga beberapa pembalap motor amatir yang memanfaatkan area hutan sebagai ajang berlaga. Semacam sirkuit.
Satu jam kemudian kami meninggalkan Kampoeng Enem melanjutkan perjalanan ke daerah Turen, wilayah lain di Kota Malang. Anak lanang membawa saya meluncur menuju wisata Hutan Pinus Semeru atau biasa disebut HPS. HPS berbeda dengan hutan Kampoeng Enem. Pepohonannya tumbuh di atas tanah berpasir lembut nan hitam. Suasananya juga terkesan lebih rindang dan lembab.
HPS juga dikelola oleh perhutani setempat dan masih dalam tahap pengembangan. Sama dengan Kampoeng Enem, kami hanya membayar ongkos parkir sepeda motor sebesar Rp5000,00 saat memasuki area.
Kedatangan kami disambut oleh payung berwarna-warni yang menggantung. Beberapa rumah pohon tampak dipenuhi oleh pengunjung untuk tempat berselfi-ria. Di sana disediakan juga jasa kuda yang akan mengantar pengunjung berkeliling hutan sebagai pengganti kendaraan bermotor. Tapi saya enggan memanfaatkannya karena terus terang, saya tidak sampai hati melihat sosok kuda bertubuh kurus dan ternyata setelah saya tanyakan kepada pemiliknya, kuda itu berjenis kelamin perempuan. Jadilah saya hanya berfoto ria di samping kuda coklat bernama Gendis itu.
Kawasan ini tidak terlalu jauh dari wahana HPS. Hari sudah gelap ketika kami sampai di Winong. Suasana hutan sudah sepi. Tapi masih tampak beberapa anak muda yang bertugas jaga di pos parkir.
Anak lanang menghentikan motor dan saya siap membayar ongkos parkir seperti sebelum-sebelumnya. Tapi Mas-mas penjaga itu menolak.
"Silakan melihat-lihat, langsung saja."
Tentu saja hal ini membuat saya berkerut kening. Usai berkeliling area, saya sempatkan bertanya ini itu kepada anak-anak muda yang teryata mereka adalah para kader Karang taruna desa setempat.
"Sudah lama wahana ini ada, Mas?" saya bertanya bak seorang wartawan.Â
"Baru tiga bulan. Kami diberi mandat untuk mengelola wahana wisata ini oleh sesepuh desa," tutur Wiyatno, salah satu kader Karang Taruna itu. Ketika saya tanyakan mengapa tidak menggaet investor untuk bekerjasama, mengingat  Hutan Pinus Winong letaknya cukup strategis dan berpeluang bagus sebagai wahana wisata pilihan, Wiyatno menjawab,"tidak diperbolehkan. Sesepuh desa ingin kami mengelolanya sendiri. Murni oleh warga sendiri. Meski dampaknya perkembangannya menjadi sangat lamban."
Saya dan anak lanang hanya bisa manggut-manggut mendengar penuturan mas Wiyatno. Baiklah, terserah deh, Mas. Mau dikelola investor atau dikelola sendiri, yang penting ekplorer hutan, khususnya hutan pinus sebagai wahana wisata tetaplah merujuk pada upaya melestarikan lingkungan alam.
Malang, 02 Oktober 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H