"Aduh, Arin, pakaian dalam Adel kenapa cuma sedikit? Satu minggu itu lama, loh."
"Aku yang memintanya, Bu. Tidak usah terlalu banyak membawa pakaian. Kalau kurang aku bisa membelinya nanti," lagi-lagi Mas Adel yang menjawab. Sementara aku hanya berdiri membisu bagai patung tak berguna.
Usai berpamitan dan mencium pipi Ibunya, Mas Adel merangkul pundakku. Aku membantunya membawakan jaket dan mengantarnya hingga masuk ke dalam mobil.
"Mas jaga diri baik-baik ya," pesanku sebelum ia menghidupkan mesin mobil.
"Arin juga, jaga kesehatan. Aku akan menelponmu sesampai di penginapan nanti."
Beberapa menit kemudian deru mobil meninggalkan halaman lalu menghilang di tikungan jalan. Aku berbalik menuju rumah.
"Rin, bantu Ibu menyiapkan makanan untuk menyambut tamu," Ibu mertua mencegatku.
"Siapa yang akan datang berkunjung, Bu?"
"Keponakanku. Ia baru pulang dari Singapura."Â
Aku tidak bertanya apa-apa lagi, langkahku mengayun mengikuti Ibu mertua menuju dapur. Sembari memasak, Ibu mertua tak henti bercerita tentang keponakannya yang sebentar lagi datang.
"Angel itu seumuran denganmu, Rin. Ia gadis yang cantik dan pintar. Dulu aku sempat menjodohkannya dengan Adel. Tapi waktu itu Angel belum siap menikah. Ia masih ingin menyelesaikan kuliahnya di Singapura."Â
