Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ibu Suamiku [1]

8 September 2017   07:56 Diperbarui: 10 September 2017   15:00 5372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Woman | The accidental blog..-wordpres.com

Usai menikah, Mas Adel langsung memboyongku ke rumahnya, tinggal bersama Ibu mertua. Aku tidak bisa menolak mengingat Ibu suamiku tinggal seorang diri. Ayah mertua sudah lama meninggal sejak Mas Adel masih kecil. Dan lagi, Mas Adel merupakan anak semata wayang.

Awal-awal tinggal serumah tak bisa dipungkiri ada kecanggungan di antara kami, antara aku dan Ibu mertua. Untunglah Mas Adel bisa menjadi jembatan penghubung yang baik. Ia kerap menjelaskan hal-hal tentang diriku kepada Ibunya atau sebaliknya. 

Meski begitu tak pelak riak-riak kecil masih saja muncul.

Ibu mertua ternyata sosok yang sangat protektif. Terutama yang menyangkut diri suamiku. Beliau selalu mengoreksi segala sesuatu yang sudah kukerjakan untuk Mas Adel---dengan amat sangat teliti.

"Rin, sayur asem ini kurang garam, terlalu masam. Bisa mules nanti perut Adel," begitu tegur Ibu mertua saat mencicipi kuah sayur yang terhidang di atas meja makan. Aku hanya bisa mengangguk, menambahkan sedikit garam dan berharap tidak mendapat teguran lagi.

"Tunggu Rin, teh untuk Adel harus kucicipi dulu. Aduh, ini terlalu manis! Jangan banyak gula, bisa terkena diabetes nanti anakku. Ganti dengan air putih sana!" satu teguran lagi. Aku terpaksa mengganti teh manis yang sudah kusiapkan dengan segelas air putih.

"Bagaimana kamu ini, Rin. Sudah sebulan menikah kok belum juga tahu kesukaan suamimu. Adel itu suka tempe goreng yang tidak terlalu garing."

Dan masih banyak lagi teguran-teguran yang mampir di telingaku. Semula aku menanggapi setiap teguran dengan lapang dada. Tapi ketika hal itu terjadi hampir setiap hari---berulang kali, membuat kesabaranku akhirnya runtuh juga. Aku menjadi enggan menyiapkan keperluan untuk suamiku. Pikirku untuk apa berlelah-lelah? Toh jerih payahku tidak ada yang cocok sama sekali di mata Ibu mertuaku.

Siang itu aku menyongsong kedatangan Mas Adel dengan wajah murung. Kucium tangannya sembari meraih tas kerja yang dibawanya tanpa seulas senyum.

"Kenapa, Rin? Kamu sakit?" Mas Adel menangkap ketidakberesan gelagatku.

"Arin mungkin lelah, Del. Seharian ini dia sibuk membersihkan rumah," sela Ibu mertua yang tahu-tahu sudah berdiri di belakangku. Mas Adel menatap perempuan sepuh itu sejenak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun