"Jangan lakukan itu lagi, Edward. Memainkan musik aneh itu sungguh membuatku sangat ketakutan," Julia menatap suaminya sedikit nanar. Tentu saja Edward melihat itu---melihat sorot mata Julia yang penuh dengan rasa takut bercampur kebencian. Â
"Aku menyesal melakukannya, dear," Edward merengkuh pundak Julia. Ia berharap istrinya itu bersedia memaafkannya.
 ***
Hari-hari selanjutnya berlalu normal kembali. Untuk beberapa waktu Edward tidak lagi menyentuh pianonya. Ia memutuskan untuk mengalah. Ia tidak ingin membuat Julia marah apalagi sampai membenci dirinya. Edward teramat sayang pada wanita itu.
Tapi suatu pagi di awal musim dingin, Edward tidak bisa mencegah keinginannya untuk bermain musik. Ia membuka piano yang sekian lama dibiarkannya tertutup. Dimainkan satu buah lagu bernada riang untuk mengusir udara dingin yang berkabut.
Julia terbangun dari tidurnya. Ia bisa mendengar lagu yang dimainkan Edward berakhir dengan manis. Ia memutuskan untuk turun dari tempat tidur, mengintip suaminya itu dari balik kelambu jendela kamar. Dilihatnya Edward belum beranjak dari tempat duduknya. Kelihatannya ia masih ingin memainkan sebuah lagu lagi. Edward selalu begitu, jika sudah menghadapi piano, ia bisa duduk berjam-jam dan melupakan sekitarnya. Apa saja. Termasuk melupakan janjinya pada Julia.
Musik kembali mengalun. Lembut mendayu-dayu. Edward sungguh menikmatinya.
Tapi tidak dengan Julia. Wanita itu terlihat sangat gelisah. Berkali ia menyeka butiran peluh yang membasahi keningnya. Urat-urat syarafnya menegang. Tubuhnya bergetar. Ia menggigil di pojok kamar.
Alunan musik  Gloomy Sunday yang sedang dimainkan Edward, membuat ia ingin melakukannya lagi. Julia ingin membunuh--- dan bunuh diri!
***
Catatan:Julia mengalami semacam de javu.