Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Lagu Kematian

5 September 2017   09:07 Diperbarui: 5 September 2017   21:51 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Back view a man playing piano by Aleksandra Jankovic for Stocksy United / www.stocksy.com

Julia menghentikan langkahnya secara mendadak. Seluruh tubuhnya bergetar. Wajahnya menegang. Gelas minum yang berada di tangannya nyaris terjatuh.

Oh, Edward, mengapa ia memainkan lagu itu lagi?

"Hentikan, Ed! Aku benci mendengarnya!" Julia berseru panik seraya menutup kedua telinganya. Tapi alunan musik tetap saja mendayu-dayu memenuhi seluruh ruangan.

Sepertinya Edward tidak mendengar seruannya---atau memang sengaja tidak mau mendengar? Julia mulai bersikap skeptis. Jalan satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah berlari masuk ke dalam kamar dan mengunci diri di sana. Earset sama sekali tidak banyak menolongnya sebab telinganya terlanjur mendengarkan alunan musik yang amat dibencinya itu.

Mendadak Julia begitu marah terhadap Ed. Bukankah ia sudah berkali meminta agar Ed mendengarnya dan tidak melakukan hal-hal yang membuatnya kacau? Seperti memainkan lagu itu misalnya. Lagu yang menurutnya menebarkan aroma sebuah kematian.

Terdengar ketukan halus pada daun pintu beberapa kali. Itu pasti Ed. Julia tidak ingin membukakannya. Hatinya masih kesal.

"Lia, buka pintunya. Maafkan aku," Ed membujuk, berulang kali, membuat Julia terpaksa mengalah dan membuka pintu. Ia tahu, Ed akan tetap berdiri menunggunya sampai kapan pun jika ia tidak segera menampakkan diri.

***

Julia, ia mengalami semacam trauma. Ia pernah melihat seorang lelaki terbunuh dan seorang wanita mati bunuh diri. Telinganya juga pernah menangkap alunan musik aneh yang mengiringi kematian kedua orang itu. Sayup-sayup. Dan itu cukup membuatnya sulit melupakan. Musik dan kematian.

Jika pada akhirnya ia bersedia menikahi Edward, itu tak lebih karena Edward berjanji akan menyembuhkan gangguan psykologis yang dialaminya selama bertahun-tahun. Ya, Edward adalah seorang psikiater yang mengaku jatuh cinta padanya.

"Lia, aku sengaja memainkan lagu itu untuk terapi kesembuhanmu. Itu hanya sebuah lagu, dear, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tidak akan terjadi apa-apa padamu," Edward mengecup lembut kening Julia. Berusaha menenangkan Julia masih duduk gemetar di tepi ranjang.

"Jangan lakukan itu lagi, Edward. Memainkan musik aneh itu sungguh membuatku sangat ketakutan," Julia menatap suaminya sedikit nanar. Tentu saja Edward melihat itu---melihat sorot mata Julia yang penuh dengan rasa takut bercampur kebencian.  

"Aku menyesal melakukannya, dear," Edward merengkuh pundak Julia. Ia berharap istrinya itu bersedia memaafkannya.

 ***

Hari-hari selanjutnya berlalu normal kembali. Untuk beberapa waktu Edward tidak lagi menyentuh pianonya. Ia memutuskan untuk mengalah. Ia tidak ingin membuat Julia marah apalagi sampai membenci dirinya. Edward teramat sayang pada wanita itu.

Tapi suatu pagi di awal musim dingin, Edward tidak bisa mencegah keinginannya untuk bermain musik. Ia membuka piano yang sekian lama dibiarkannya tertutup. Dimainkan satu buah lagu bernada riang untuk mengusir udara dingin yang berkabut.

Julia terbangun dari tidurnya. Ia bisa mendengar lagu yang dimainkan Edward berakhir dengan manis. Ia memutuskan untuk turun dari tempat tidur, mengintip suaminya itu dari balik kelambu jendela kamar. Dilihatnya Edward belum beranjak dari tempat duduknya. Kelihatannya ia masih ingin memainkan sebuah lagu lagi. Edward selalu begitu, jika sudah menghadapi piano, ia bisa duduk berjam-jam dan melupakan sekitarnya. Apa saja. Termasuk melupakan janjinya pada Julia.

Musik kembali mengalun. Lembut mendayu-dayu. Edward sungguh menikmatinya.

Tapi tidak dengan Julia. Wanita itu terlihat sangat gelisah. Berkali ia menyeka butiran peluh yang membasahi keningnya. Urat-urat syarafnya menegang. Tubuhnya bergetar. Ia menggigil di pojok kamar.

Alunan musik  Gloomy Sunday  yang sedang dimainkan Edward, membuat ia ingin melakukannya lagi. Julia ingin membunuh--- dan bunuh diri!

***

Catatan:Julia mengalami semacam de javu.

Malang, 05 September 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun