Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Artikel Utama

Dongeng | Ketika Jaka Kendil Merajuk

28 Agustus 2017   17:34 Diperbarui: 29 Agustus 2017   08:35 4190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : 100 best flynn rider images on pinterest /www.pinterest.com

Belakangan ini anakmas kesayangan Simbok, si Jaka Kendil merajuk. Ia bilang ke Simbok kepingin menikah. Tapi oleh Simbok tidak digubris. Bukan apa-apa, Simbok merasa kurang sreg saja, sebab calon istri yang diinginkan oleh Jaka Kendil adalah putri seorang Akuwu.

Meminang putri seorang Akuwu, jelas Simbok tidak berani. Simbok merasa minder. Ketidakberanian Simbok itulah yang membuat Jaka Kendil purik  tidak mau makan. Setiap kali simbok menyendukkan nasi di atas piringnya, Jaka Kendil membuang muka. Ia tdak mau melirik ke arah nasi itu. Tapi begitu Simbok pergi, diam-diam Jaka Kendil menyembunyikan ubi benem di balik selimutnya. Nanti kalau Simbok slimpe, baru ia habiskan ubi benem itu dengan lahap.

Jaka Kendil juga menolak dijagongi Simbok. Ia lebih suka nangkring di atas pohon mangga, berlama-lama duduk di sana sembari membayangkan wajah cantik putri Akuwu yang ditaksirnya.

Melihat putra kesayangan merajuk seperti itu, hati Simbok merasa gundah. Lalu curhatlah Simbok kepada teman sejawatnya, Yu Jum yang sama-sama berprofesi sebagai buruh penumbuk padi.

"Yu, kalau anakmu ngambek, apa yang kamu lakukan?" Simbok berbasa-basi sembari memasukkan serumpun padi ke dalam lumpang. Yu Jum perlahan meletakkan alunya.

"Anakku tidak pernah ada yang purikan, tuh, Mbok. Semua manut-manut saja."

"Wah, enak kalau begitu. Lah, ini, Si Jaka Kendil, purik minta kawin."

"Kawinkan saja dia, Mbok. Kan beres urusannya."

"Tidak bisa semudah itu, Yu. Sebab yang diincar si Jaka itu putri seorang Akuwu."

Yu Jum tertawa. Suara tawanya terdengar cempreng. Beberapa ekor burung yang hinggap di atap pondok sampai kaget dan giras mabur.

"Bantu mencari jalan keluarnya, Yu. Aku khawatir, sebab si Jaka Kendil itu kalau ngambek tidak mau makan nasi selama berhari-hari."

Yu Jum seketika menghentikan tawanya. Perempuan kurus berkulit hitam kecoklatan itu tercenung.

"Wah, sudah gawat itu, Mbok. Harus segera diambil tindakan. Ayolah, lamar saja putri Akuwu itu. Daripada nanti anakmu gering."

***

Menunggu kepulangan Simbok dari sawah, membuat mata Jaka Kendil terkantuk-kantuk. Apalagi sejak ia ngambek tidak mau makan, Simbok jadi jarang menanak nasi. Alhasil, ia harus repot-repot mbenem ubi ke dalam abu tungku yang masih menyala.

Derit pintu membuatnya turun dari ambin. Dilihatnya Simbok sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah sumringah.

"Tole, sore ini juga, Simbok akan melamar putri Akuwu sesuai dengan keinginanmu," Simbok berkata dengan riang. Jaka Kendil terperangah. Ia sedikit kaget. "Sudah jangan melongo begitu. Ayo segera berbenah," Simbok menepuk pundak Jaka Kendil perlahan. Tentu saja hati anakmas Jaka Kendil teramat girang. Tanpa menunggu perintah dua kali, ia bergegas menukar pakaian.

***

Akuwu memiliki tiga orang putri. Ketiganya cantik-cantik. Tapi Simbok tidak tahu putri yang mana yang diinginkan Jaka Kendil.

Keluarga Akuwu menyambut kedatangan tamu tak diundang itu dengan terheran-heran. Apalagi kalau bukan karena penampilan Simbok dan Jaka Kendil. Simbok terlihat begitu ndesodan miskin. Demikian juga Jaka Kendil, ia amat bogel, perutnya jemblung semirip tempayan yang biasa dipakai oleh Ibu-ibu untuk menyimpan air. Wajahnya jauh dari kata tampan. Mulutnya lebar. Hidungnya ambles.

Namun begitu keluarga Akuwu tidak kuasa mengusir mereka. Keluarga terpandang itu tetap menerima Simbok dan anaknya secara baik-baik. Bahkan ketiga putri cantik diminta untuk bertemu muka dengan Jaka Kendil. Meski apa yang dilakukan Akuwu itu hanya sekadar basa-basi. Sebab sang Akuwu tahu, ketiga putrinya tidak bakal ada yang mau menerima pinangan pemuda buruk rupa itu.

Siapa juga yang sudi menikah dengan lelaki bogel, jelek dan dekil seperti itu? Tidak. Akuwu sendiri tidak akan rela melepaskan salah satu putrinya dipersunting oleh orang yang sungguh jauh dari impiannya.

Benarlah. Putri sulung tanpa menunggu lama segera mengangkat tangan disertai gelengan kepala, pertanda bahwa ia menolak pinangan Jaka Kendil.

Putri kedua pun melakukan hal yang sama.

Mata Simbok sudah berkaca-kaca. Hatinya sungguh sedih dan malu atas penolakan kedua putri Akuwu itu.

"Sudah kubilang, kan, Le. Jangan seperti pungguk merindukan bulan," Simbok mulai terisak. Jaka Kendil segera memeluk pundak Simboknya, mencoba menenangkan perempuan tua yang sudah mengasuhnya itu.

"Masih ada seorang putri yang belum memberikan jawabannya, Mbok. Jadi jangan menyerah," Jaka Kendil membisiki Simboknya.

Putri ketiga, tidak bersikap seperti kedua kakaknya. Putri itu hanya diam membisu. Menatap Simbok dan Jaka Kendil secara bergantian.

"Den Ayu tidak usah sungkan memberi jawaban. Kami ini memang orang miskin. Dan anak saya, si Jaka Kendil ini memang ditakdirkan buruk rupa. Meski begitu, saya sangat menyayanginya," Simbok beringsut dari duduknya. Menatap Jaka Kendil dengan pandangan kasih seorang Ibu.

Di luar langit mendadak tersapu mendung. Simbok berdiri dari duduknya diikuti oleh Jaka Kendil. Keduanya ingin segera pamit pulang. Ibu dan anak itu sudah kehilangan harap.

Tapi yang terjadi selanjutnya sungguh di luar dugaan. Putri bungsu nan jelita itu mendekati Jaka Kendil. Tangannya yang halus terulur. Dengan senyum mengembang sang putri berkata, "Kangmas, aku menerima pinanganmu."

Jlegeeer!

Petir menyambar disertai hujan deras mengguyur. Tubuh bogel dan dekil di hadapan keluarga Akuwu mendadak sirna. Tubuh itu beralih rupa menjadi seorang pangeran tampan. Kiranya, ketulusan cinta sang putri telah membebaskan Jaka Kendil dari kutukan.

Simbok pun menangis lagi. Tapi kali ini menangisnya Simbok karena bahagia.

***

Malang, 28 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun