Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kucing Belang Telon

27 Agustus 2017   14:24 Diperbarui: 28 Agustus 2017   23:29 2141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : three colour cat camousflages itself againtst ground |flickr.com

Entah sudah berapa kali Duraji menyeka peluh di wajahnya. Udara gerah memaksanya berulang menenggak air putih di dalam botol kecil yang sengaja ia bawa dari rumah. Dan setiap kali menenggak air itu, ia teringat lagi kata-kata Rusmini, istrinya.

"Apa kita mau miskin terus menerus seperti ini, Kang?"

Duraji membanting botol minum yang sudah kosong. Hatinya semakin kalut. Ia ingin memarahi Rusmini yang menurutnya sudah mulai kehilangan sabar itu. Tapi ia tidak berani. Bukan apa-apa, sebab sejak mereka menikah, sekalipun Duraji belum pernah menyenangkan hati istrinya itu.

Duraji mendesah.

Seorang perempuan, bertubuh subur, menenteng tas belanjaan menghampiri Duraji.

"Bisa antar ke Jalan Mawar, Pak?"

Duraji mengangguk. Membuka plastik penutup becak dengan sigap, mempersilakan perempuan itu naik. Kemudian ia sendiri mencengklak becaknya dengan penuh semangat.

Jalan Mawar tidak seberapa jauh. Duraji mengantongi ongkos hanya sepuluh ribu rupiah. Cukup untuk membeli sekilo beras. Sedang untuk lauk dan keperluan lainnya, Duraji mesti menunggu ada penumpang lagi.

Duraji kembali mangkal di tempatnya semula, di bawah pohon Mahoni di pinggir pertigaan jalan. Ia memang mengais rezeki di situ. Sudah bertahun-tahun. Boleh dibilang sejak muda. Sekarang usianya sudah di atas empatpuluh tahun. Staminanya pun sudah mulai mengendur.

Azan magrib berkumandang. Duraji memutuskan untuk pulang. Ia mengayuh becaknya cepat-cepat. Sebab langit terlihat mulai mendung.

Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.

Seekor kucing berlari melintasi jalan. Duraji terlambat mengerem becaknya. Dan, bress, kucing itu terserempet roda becak samping kiri. Kucing itu menggelepar-gelepar sejenak sembari mengeong panik.

Agak gemetar Duraji turun. Diraihnya kucing yang terluka itu. Ia terkejut. Kucing belang telon! Kucing yang dipercaya banyak orang membawa keberuntungan.

Tanpa pikir panjang Duraji membopong kucing berbulu tiga warna itu, menidurkankannya di dalam kotak tempat ia biasa menyimpan uang. Kucing itu menurut. Hanya suaranya menggeram-geram. Sepertinya hewan itu benar-benar sedang kesakitan.

Sesampai di rumah, Rukmini menyambut kedatangannya dengan wajah masam. Perempuan itu agak kesal karena hampir seharian Duraji tidak pulang. Sementara nasi di dalam bakul sudah tinggal keraknya.

"Dapat duit berapa hari ini, Bang?" Rusmini menadahkan tangannya. Duraji merogoh saku celananya yang kumal. Menyodorkan selembar uang sepuluhribuan yang diterima dari penumpang bertubuh subur tadi.

"Cuma ini, Kang?" Rusmini mencibir. Duraji mengangguk.

"Hari ini hanya sebesar itu rezeki yang diberikan Gusti Allah kepada kita, Rus. Kita harus mensyukurinya."

Tak ada sahutan dari mulut Rusmini.

"Kau bantulah Akang. Tadi Akang menyerempet seekor kucing di jalan."

"Kenapa tidak dibuang saja kucingnya? Kan tidak ada yang tahu."

"Ini kucing belang telon, Rus. Kucing yang membawa keberuntungan."

Seketika mata Rusmini berbinar. Perempuan itu mengikuti langkah suaminya menuju teras rumah. Dilihatnya Duraji membuka kotak kecil yang berada di tengah badan becak.

"Puusss, sini. Kami akan merawatmu," bisik Duraji seraya menoleh ke arah Rusmini.

Untuk pertama kali Duraji melihat istrinya itu tersenyum sedemikian manis.  

***

Semenjak kehadiran kucing belang telon itu, kehidupan Duraji dan istrinya mengalami banyak kemajuan. Pengguna jasanya semakin ramai. Duraji sampai harus bolak-balik beberapa kali mengantar jemput penumpang. Dan itu membuat hati Rusmini teramat senang. Ia bisa menyisihkan uang sedikit demi sedikit setiap hari untuk ditabung.

Akan halnya kucing belang telon piaraan mereka, kini tumbuh semakin besar. Kucing itu sangat dimanjakan oleh kedua suami istri itu. Mereka sangat menyayangi hewan berbulu itu melebihi kasih sayang mereka terhadap Rokimin.

Rokimin bukan tidak merasakan hal itu. Semenjak Ayah dan Ibunya memelihara kucing yang menurutnya berwarna aneh itu, Rokimin merasa dianaktirikan.

Pernah Rokimin diomeli habis-habisan oleh Ibunya karena menghabiskan ikan gurame yang tersaji di atas meja. Ia salah mengira. Dipikirnya gurame goreng itu untuk dirinya. Ternyata bukan. Ibunya menyiapkan ikan gurih itu untuk kucing kesayangan.

Sakit hati benar Rokimin jika mengingat hal itu. Ingin rasanya ia membuang kucing belang telon itu jauh-jauh.

Dan keinginan itu benar-benar ia lakukan ketika suatu siang ia nyaris kena pukul Ayahnya gara-gara lupa memberi makan hewan kesayangan itu. Rokimin benar-benar nekat. Hatinya sudah diliputi rasa benci yang tidak alang kepalang terhadap hewan manja itu. Rokimin pun mencari sela. Ketika Ayah dan Ibunya tidak berada di rumah, bocah usia belasan tahun itu gegas meraih hewan yang sudah merampas kasih sayang kedua orang tuanya. Hewan yang tengah tidur pulas di atas ambin itu dimasukkannya ke dalam karung. Diikatnya erat-erat puncak karung dengan tali rafia.  Lalu ia berjalan mengendap-endap, meraih sepeda pancal miliknya yang tersandar di samping rumah dan melesat pergi menuju pasar terdekat.

Menurut kata orang, kucing yang dibuang ke dalam pasar, ia tidak akan bisa kembali pulang ke rumah majikannya. Entah logika apa yang gunakan oleh orang-orang itu. Rokimin enggan memikirnya terlalu jauh.

Rokimin melempar karung berisi kucing belang telon itu begitu saja di dekat tong sampah di pojok pasar. Suasana pasar sedang sepi. Jadi tidak ada seorang pun yang melihat perbuatannya.

Rokimin merasa lega. Ia kembali pulang sambil bersenandung. Ia sudah memikirkan jawaban jitu andai Ayah dan Ibunya nanti menanyakan keberadaan kucing kesayangan mereka.

Bocah itu mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan leyeh-leyeh di atas ambin menikmati kemerdekaannya. Merdeka sebagai anak tunggal.

Tapi malang tak dapat ditolak. Di pertigaan jalan, di mana Ayahnya sering mangkal menunggu penumpang, Rokimin terjatuh. Ia terpental ke tengah jalan raya dan tubuhnya disambut oleh sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi. Rokimin tak mampu menghindar. Tubuhnya tertabrak. Remuk. Ia menghembuskan napas terakhir saat itu juga.

Sementara kucing belang telon bergerak-gerak panik berusaha melepaskan diri dari dalam karung. Ia mengeong-ngeong tiada henti. Duraji yang siang itu tengah menurunkan penumpang di dekat pintu gerbang pasar, telinganya sempat mendengar eongan seekor kucing. Hati Duraji berdegup. Sontak laki-laki itu menuju pojok pasar untuk memastikan pendengarannya. Dan ia sangat terkejut saat menemukan kucing belang telon miliknya terperangkap di dalam karung.

Duraji membebaskan kucing kesayangan itu kemudian membopongnya dengan hati-hati. Dielusnya kucing itu dengan penuh kasih sayang untuk kemudian bergegas membawanya pulang.

Di pintu pagar langkah Duraji terhenti. Banyak orang berkerumun. Hati lelaki itu merasa tidak enak. Apalagi saat mendengar suara tangis Rusmini meraung-raung sangat memilukan.

Duraji menyeruak kerumunan orang-orang itu untuk melihat apa yang telah terjadi. Kucing dalam gendongannya terlepas. Hewan itu berlari mendahului Duraji masuk ke dalam rumah.

Kucing belang telon itu mendekati jasad Rokimin yang terbujur kaku. Di samping jasad sang bocah, hewan itu menyeringai seraya bergumam, "Nak, kamu adalah korban kesekian dari beberapa orang yang tidak suka padaku."

***

Malang, 27 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun