Kuhempaskan diri di atas pasir, menikmati pemandangan alam yang disuguhkan. Kubiarkan desir angin menerpa wajahku yang tirus. Juga nyanyian debur ombak, kubiarkan ia memanjakan telingaku.
Serasa tak ingin beranjak berada di tempat seindah ini.
Beberapa bocah berlarian. Berkejaran di sekitarku. Mereka saling melempar genggaman pasir hingga membuat Ibu-ibu mereka berseru mengingatkan.
"Hati-hati terkena mata kalian!"
Duh, tingkah polah mereka mengingatkanku pada masa kecil. Dulu, dulu sekali. Aku juga suka berlarian bermain pasir hingga Ibu memarahiku.
Ah, Ibu, kalau saja saat ini kita bisa bertemu, tentu aku akan melakukan hal yang sama seperti bocah-bocah kecil itu. Aku akan berlarian sepanjang pantai ini, hingga Ibu berteriak-teriak kesal memanggilku.
Suasana hatiku tiba-tiba berubah mendung.
Kalau saja mataku tidak melihat seorang bergerak mengendap-endap menghampiri Papi, tentu aku masih ingin duduk berselonjor di sini sembari mengenang Ibu.
Tapi orang asing itu, ia memaksaku berdiri. Gerakannya sungguh sangat mencurigakan. Entah mengapa tiba-tiba aku mengkhawatirkan Papi. Gegas aku beranjak, meninggalkan hamparan pasir menuju tebing di mana Papi berada.
Seorang laki-laki berkebangsaan sama seperti kami berdiri tak jauh di belakang Papi. Sementara Papi yang tengah asyik melukis sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Juga kehadiranku.
Laki-laki asing itu berdehem. Membuat Papi menoleh dan terkejut.