Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dongeng | Putri Bersinida

14 Agustus 2017   18:17 Diperbarui: 15 Agustus 2017   05:53 1416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak dilahirkan sang putri memiliki kebiasaan aneh, yakni bersin-bersin tiada henti. Itulah sebabnya Baginda Raja memberi nama putrinya itu Putri Bersinida.

Pada mulanya Baginda Raja dan Permaisuri berpikir bayi mereka terserang gejala flu biasa. Maka dipanggilnya tabib terbaik istana untuk mengobati. Tapi sang tabib angkat tangan, menyatakan diri tidak mampu menyembuhkan penyakit aneh itu. Satu hal yang lebih aneh lagi, setiap kali Putri Bersinida bersin-bersin, hujan deras pasti mengikuti. Bisa dibayangkan, jika bayi mungil itu dalam sehari bersin lima kali, maka hujan pun akan turun sebanyak lima kali. Wilayah kerajaan jadi sering mengalami banjir.

Keadaan demikian membuat rakyat berkeluh kesah. Negeri mereka yang semula subur, aman dan sentosa, sejak kelahiran Putri Bersinida menjadi sedikit kacau. Mereka harus selalu waspada karena sewaktu-waktu bisa saja sang putri bersin-bersin. Kalau sudah begitu, hujan deras dan banjir datang tak bisa dicegah.

Seluruh pejabat kerajaan harus berpikir keras menangani masalah ini. Mengantisipasi banjir yang datang terus menerus, apalagi kalau sang putri sedang terserang pilek atau masuk angin. Maka dibangunlah waduk guna menampung air hujan yang dalam sehari bisa turun beberapa kali. 

Untuk sementara waduk dianggap sebagai solusi terbaik.

Seiring berjalannya waktu, Putri Bersinida tumbuh menjadi gadis yang jelita. Ia mewarisi sikap tegas Ayahandanya, juga tutur lembut Ibundanya.

Putri Bersinida termasuk gadis yang perasa. Ia sering merasa sedih saat tiba-tiba keinginan untuk bersin itu muncul dan ia tidak bisa menahannya. Dari balik jendela kamarnya Putri Bersinida kerap melihat bocah-bocah yang sedang asyik bermain di halaman menjadi basah kuyup, atau Ibu-ibu yang tengah memasak harus lari pontang-panting mengangkat jemuran mereka. Sering juga ia melihat para petani yang berlelah-lelah menjemur padi, tergopoh-gopoh menyelamatkan hasil panen agar tidak kehujanan saat penyakit benrsinnya kambuh.

Sadar dirinya memiliki kebiasaan yang bisa menyusahkan orang banyak, sang putri berusaha keras menjaga kesehatan dirinya. Ia menghindari minuman yang mengandung es. Tidak berada di luar istana saat udara dingin atau berdebu. Juga selalu menggunakan pakaian tebal saat musim dingin tiba.

Tapi kebiasaan bersin yang menjengkelkan itu tetap saja tak kunjung pergi.

"Haaaaaatciiiihhh.....Haaaatciiiiihhhh...." entah mengapa pagi itu saat bangun tidur tiba-tiba hidungnya terasa gatal. Dan akibatnya bisa ditebak, pagi yang cerah tiba-tiba berubah menjadi muram diguyur hujan.

Hujan baru berhenti setelah satu jam kemudian. Selalu begitu. Selalu seperti itu.

"Maafkan aku Ibunda Ratu. Sebenarnya aku ingin sekali kebiasaan bersin ini hilang. Tapi bagaimana caranya?" Putri Bersinida bicara dengan nada sedih. Permaisuri sangat kasihan melihatnya.

Sampai tiba waktunya sang putri harus menikah, kebiasaan bersin itu tak kunjung hilang. Rakyat sudah merasa bosan nyaris setiap hari disuguhi hujan dan banjir.

Berita tentang penyakit aneh yang diderita Putri Bersinida ini sampai ke telinga seorang Pangeran dari negeri tetangga. Pangeran bernama Azman itu memberanikan diri melamar sang putri.

"Saya bersedia menikah dengan Putri Baginda," ujar pangeran saat menghadap Baginda Raja.

"Dengan menanggung segala resikonya?" Baginda Raja menatap tajam ke arah Pangeran gagah itu. Berusaha memastikan.

"Dengan menanggung segala resikonya," Pangeran Azman mengulang dengan tegas.

Sesungguhnya Pangeran Azman berani mengambil resiko menikahi Putri Bersinida bukan tanpa alasan.

"Hamba tinggal di negeri yang gersang. Negeri yang jarang disinggahi hujan. Menikah dengan Tuan Putri merupakan berkah bagi hamba..." Pangeran Azman menjelaskan sembari tersenyum.

Mendengar itu Baginda Raja dan Permaisuri merasa sangat gembira dan bersyukur. Akhirnya mereka menemukan juga calon suami yang tepat untuk putri kesayangan mereka.

Usai perhelatan pesta pernikahan, Putri Bersinida segera diboyong ke Negeri Gersang di mana Pangeran Azman tinggal.

Penduduk Negeri Gersang bersorai-sorai. Mereka melambai-lambaikan tangan tiada henti di sepanjang jalan sebagai ungkapan gembira menyambut kehadiran Putri Bersinida.

"Ayo Tuan Putri....segera bersin!" beberapa dari mereka berseru.

"Bersin! Bersin! Bersin!" suara penduduk Negeri Gersang kian membahana. Dari jendela kereta yang membawanya menuju istana, Putri Bersinida bisa melihat antusias rakyat mengharapkan ia segera melakukan kebiasaannya itu.

Putri cantik itu berkali beringsut. Biasanya pada jam-jam seperti ini ia sudah bersin sebanyak enam kali. Tapi mengapa di Negeri Gersang ini ia tidak merasakan gejala itu?

"Lihatlah, Adinda, rakyatku sudah tidak sabar ingin melihat hujan turun," Pangeran Azman yang duduk di sebelahnya tersenyum.

"Tapi Kanda, udara di negeri ini sangat panas, dan itu membuat kebiasaan bersinku---mendadak sirna."

***

Sudah tiga hari ini Putri Bersinida berada di Negeri Gersang. Tapi kebiasaan bersinnya tidak juga muncul. Karena khawatir Pangeran Azman kecewa, Putri Bersinida berusaha mendatangkan bersin itu dengan berbagai cara.

Ia banyak minum air es agar terserang pilek. Berendam air dingin di kolam istana berlama-lama. Juga duduk di luar istana sampai larut malam. Berjalan-jalan di tempat yang berdebu. Ia berharap hidungnya gatal lalu bersin-bersin. 

Tapi usaha yang dilakukan tidak juga berhasil. Bersin yang ditunggu-tunggu tak juga muncul.

Rakyat Negeri Gersang mulai kecewa. Mereka berdiri bergerombol di halaman istana.  

Melihat hal itu Putri Bersinida tampak bingung dan sedih.

Saat rasa putus asa mulai menderanya, tiba-tiba Putri yang cerdas itu teringat sesuatu. Yup!

"Bisakah engkau membawakan aku bubuk merica satu botol?" pintanya kepada salah seorang dayang yang berdiri mendampinginya. Dayang yang diajak bicara itu mengangguk hormat, lalu berlalu menuju dapur istana untuk melakukan titah tuan putrinya.

Putri Bersinida berdiri di depan jendela yang menghadap langsung ke halaman istana di mana rakyat Negeri Gersang masih sabar menunggu. Ia melambaikan tangan sejenak ke arah mereka sebelum menghidu serbuk merica di tangannya.

Haaaaaatciiiiiihhh........Haaaattttciihhh....

Bersin panjang terdengar beruntun diikuti hujan deras mengguyur. Seluruh negeri bersuka cita. 

Sejak saat itu Negeri Gersang tak lagi gersang.

***

Malang, 14 Agustus 2017

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun