"Pi, apakah Bapa Made sudah mengatakan pada Papi, bahwa aku kehilangan jejak Ibu?" suaraku tiba-tiba berubah sedih.Â
Papi terdiam.Â
"Sepertinya kedatanganku ke Bali ini sia-sia, ya, Pi. Ibu raib entah ke mana."
Papi masih terdiam.
"Oh, aku harus menukar pakaianku!" aku mengalihkan pembicaraan. Udara siang cukup gerah. Aku butuh celana yang agak gombrong.
Aku menemukan celanaku di antara tumpukan baju yang kujejalkan di dalam kopor. Ketika menarik celana itu, sesuatu terjatuh. Menggelinding tepat di depan kaki Papi.
"Apa ini, Jansen?" Papi meraih benda berbentuk melingkar itu.
"Itu cincin pemberian temanku tadi, Pi. Pedagang asongan yang meringkuk di dekat semak," aku menjelaskan. Papi mengamati benda kecil itu dengan seksama.
Tiba-tiba air muka Papi berubah.
"Ada apa, Pi?"
"Jansen, cincin ini---bagaimana bisa kau mendapatkannya?" suara Papi bergetar.