Dan sejak itu kabut menyelimuti hati keduanya. Suami istri yang semula sangat menyanjung cinta, akhirnya kalah.
"Itulah alasan mengapa Papi meninggalkan Ibumu, Nak..." Papi mengakhiri ceritanya. Aku menatap Papi. Wajah Papi tampak sedih dan muram.
"Vergeef me, Papi..." serta merta aku memeluk tubuh renta Papi.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Jansen," Papi membalas pelukanku. Erat. "Sekarang istirahatlah. Tidurlah dengan tenang. Besok pagi kau akan terbang menemui Ibumu," Papi berbisik di telingaku.
Aku terhenyak. Setengah tak percaya mataku menatap Papi lagi.
"Jangan menatapku seperti itu, Jansen. Kau, sungguh, tatapanmu itu mengingatkanku pada mata indah Kadek---si penari sialan itu..." bibir Papi menyungging senyum, sedikit.
Bersambung....
***
Malang, 04 Agustus 2017
Lilik Fatimah Azzahra
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI