Sungguh, ia tak ingin mendengar kata-kata yang lebih aneh lagi, dari kata-kata yang baru saja di dengarnya.
***
Hujan baru saja berhenti. Mayza menyalakan lilin di atas meja. Apinya bergoyang-goyang memantul pada kaca jendela. Biasnya mengenai wajah pucatnya yang bermata cekung.
“Kau kurang tidur, May,” Diana menyentuh pundaknya.
“Tidur tidak berpengaruh banyak bagiku. Dalam tidur otakku tetap saja bekerja,” Mayza menyahut.
“Tapi kesehatanmu kian menurun.”
“Yang penting cintaku pada Gabril tidak!”
“Kau bisa mati, May.”
“Mati karena apa? Jika karena cinta, aku siap!”
Diana ingin menyanggah. Tapi kemudian berpikir, semakin Mayza ditentang, semakin menjadi-jadi ia. Maka diputuskan, diam dan membiarkan Mayza tetap begitu, seperti itu.
***