Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bola untuk Mike

5 April 2017   16:37 Diperbarui: 5 April 2017   16:59 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata  kefanatikan Mike sedikit banyak mempengaruhi penampilannya. Ia jauh dari kata feminin. Tingkah polahnya cenderung lebih mirip anak laki-laki. Mulai dari potongan rambutnya. Ia memangkas rambut panjangnya yang lebat. Pendek sekali. Tersisa hanya beberapa senti.

Semula aku tidak begitu memperhatikan penampilan Mike yang ekstrim itu. Barulah ketika Mary menegur, aku sadar, perlakuanku terhadapnya selama ini ikut berpengaruh membentuk karakternya.

“Andai dirimu bukan penggila bola, Ron! Pasti Mike tidak akan setomboy itu!” Mary menatapku kesal. “Kadang  aku kepingin Mike menemaniku jalan-jalan ke Mall, membantu memasak di dapur, atau apa saja kegiatan seputar dunia perempuan. Bukan berjingkrak-jingkrak di sebelahmu dan bersorak-sorak heboh seraya mengacung-acungkan tinjunya sepertimu.”

“Dan ingat satu lagi, Ron! Anakmu itu telah tumbuh menjadi seorang gadis. Bagaimana ia akan mendapat pacar kalau penampilannya seperti itu?” omelan Mary masih berlanjut.

“Kau tahu, Ron. Dari dulu aku suka sedih mendengar pengakuannya. Setiap kali ditanya apa cita-citanya, Mike selalu menjawab ingin menjadi pemain bola. Padahal kalau boleh jujur, aku ingin ia tumbuh menjadi gadis yang semestinya.” Mary terdiam sesaat. Matanya berkaca-kaca. Aku kasihan melihatnya. Kuhampiri ia.  Kuulurkan tanganku.  Kuraih perlahan pundaknya. Lalu kudaratkan satu kecupan pada pipinya yang bulat.

“Maafkan aku, darling. Aku berjanji akan mengubah kebiasaanku terhadap  Mike. Mulai sekarang aku akan bertindak tegas padanya.”

Mary mengangguk.

Itulah mengapa ketika Mike merengek minta dibelikan bola sebagai koleksi, aku menolaknya mentah-mentah. Dan imbasnya, Mike sangat marah padaku. Hubungan kamipun menjadi agak renggang.

Matahari sudah meluncur di batas cakrawala. Sesore ini belum juga kulihat sosok Mike. Biasanya pada jam-jam seperti ini ia sudah berdiri di hadapanku dengan peluh membasahi sekujur tubuhnya. Sembari melepas sepatu ia akan berceloteh mengenai keseruan berlatih bola bersama teman-temannya di lapangan.

“Aku baru saja menendang selangkangan Gatot, Pa! Ia jatuh terjengkang dan meringis kesakitan!” ia terbahak.

“Mike, yang kau lakukan itu berbahaya. Gatot bisa bemasalah dengan...” aku tak melanjutkan kalimatku. Karena tahu-tahu Mike sudah lenyap dari pandanganku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun