"Aku jatuh cinta padamu, Kang Mas..." Banowati semakin merangsek. Kini lengannya bersentuhan dengan lengan lelaki itu. Priyono semakin tak berkutik.
Tangan Banowati perlahan bergerak. Meraih jemari Priyono. Lelaki itu memejamkan mata. Darah lelakinya menggelegak.Â
Banowati semakin berani. Ia mendekatkan wajahnya yang ayu. Priyono gemetar.
Tapi tiba-tiba saja wajah Sulastri, istrinya, yang tengah menunggunya di rumah, berkelebat. Priyono buru-buru menepis tangan halus itu. Lalu berdiri seraya menarik napas panjang.
"Maaf, wayang nakal. Jangan mengganggu aku. Cintaku hanya untuk istriku seorang."
Priyono pun bergegas pergi meninggalkan Banowati. Tanpa menoleh lagi.
Banowati melepas kepergian lelaki itu dengan pandang kecewa. Bibirnya mengatup rapat. Matanya yang bulat menyipit. Tubuhnya yang sintal bergetar hebat. Beberapa detik kemudian tubuh indah itu menyusut, mengerut dan kaku.Â
Ia telah kembali ke bentuk semula. Sebagai wayang kulit. Gepeng.Â
Wayang Banowati kini tergeletak di atas amben gazebo. Sendiri. Menunggu Ki dalang Songgo Langit datang menjemputnya.
***
Malang, 14 Maret 2017