"Waalaikum salam," Rahman menoleh. "Oh, Hasan. Sudah waktunya azan subuh, ya?"Â
"Iya, Mas," Hasan menyahut seraya menatap lelaki itu tak berkedip. "Mm, bagaimana Mas bisa masuk ke sini? Usai solat isya tadi saya mengunci pintu masjid ini rapat-rapat dari luar.".
"Benarkah?" Rahman mengernyitkan alis. "Ketika aku datang, masjid sudah dalam keadaan terbuka. Makanya aku bisa masuk ke sini dengan leluasa," Â Rahman berdiri. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Matanya mencari-cari sesuatu.Â
"Eh, kemana dia, ya? Apakah kamu melihat orang itu?"Â
"Siapa Mas?"
"Lelaki sepuh itu. Beliau tadi duduk beri'tikaf di sebelahku."
Hasan terdiam. Air mukanya berubah. Hmm, jadi lelaki sepuh itu. Pantas saja, ia bergumam.
"Ada apa?" Rahman menatap Hasan.
"Tidak ada apa-apa, Mas."
"Jadi kamu melihat Pak Tua itu pergi?" desak Rahman. Terpaksa Hasan mengangguk.Â
Tentu saja pemuda bernama Hasan itu tak mau mengatakan terus terang siapa sesungguhnya lelaki sepuh itu. Ia menyimpan rahasia rapat-rapat.