[caption caption="sumber:www.sinarharapan.co"][/caption]
Kisah sebelumnya http://fiksiana.kompasiana.com/elfat67/100harimenulisnovelfc-22-sang-pelarian_571589dcd07a61fa0482e0e1
Â
Lelaki itu menyeka darah pada bibirnya. Matanya nanar menatapku. Lalu tangannya berusaha menggapai tepi meja. Ia bangun dengan setengah terhuyung.Â
Aku menghampiri Bunda Fatima yang sedari tadi berdiri memucat di sudut ruangan.
"Bunda baik-baik saja?" tanyaku was-was. Perempuan itu mengangguk sembari mengelus pipinya yang memerah.
"Dia tak akan berani mengganggu Bunda lagi," ujarku menenangkan.Â
Tapi dugaanku keliru.Â
Karena tetiba sebuah benda keras menghantam tengkukku.
Braaak!
Aku jatuh tersungkur. Penglihatanku kabur.
Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku masih bisa mendengar jeritan Bunda Fatima menggema ke seluruh ruangan.
"Suki...!!! Hentikan!"
Â
***
Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri. Tahu-tahu sebuah tangan mengguncang-guncangkan tubuhku.
"Rama...bangun, dong!"
Perlahan aku membuka mata. Cinta. Ia tengah berjongkok di sampingku.
"Hei...apa yang terjadi? Di mana Mama?" gadis itu bertanya cemas. Seketika aku terbangun. Pandanganku menyapu sekeliling ruangan.
Tak kutemukan sosok Bunda Fatima.
"Cinta, lelaki itu, ia telah membawa Bunda Fatima!" aku berseru panik.
"Lelaki itu? Siapa? Ngomong yang jelas dong!" Cinta membentakku.
"Lelaki itu, mantan suami Bunda...."
"Papaku, maksudmu?" Cinta tampak terkejut.
Aku mengangguk.
Â
***
Kulihat Cinta menunduk sedih. Aku kasihan melihatnya.
"Ini salahku. Aku telah menyerang lelaki itu..." ujarku penuh penyesalan. Cinta melebarkan matanya.
"Kamu menyerang Papaku?"Â
Sekali lagi aku mengangguk.
"Itu kulakukan karena ia lebih dulu menampar Bunda Fatima."
"Ah, Papa melakukannya lagi. Kasihan Mama. Ia sering mendapat perlakuan kasar dari Papa. Aku sendiri heran. Mengapa dua orang yang dulu saling mencintai, kini bagai musuh bebuyutan?" Cinta mengeluh.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" aku mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja mencari keberadaan Mama sampai ketemu!"Â
Â
***
Mencari Bunda Fatima sampai ketemu? Tapi kemana?
Cinta menggamit lenganku. Memberi kode agar aku mengikutinya.
"Aku pernah mendengar, Papaku mengontrak rumah di suatu tempat. Aku sendiri belum mengetahui tempat itu. Tapi adik laki-lakiku yang nomor tiga, pernah di ajak ke sana. Mari kita jemput adikku itu. Barangkali ia bisa memberi petunjuk."
Bergegas aku mengikuti langkah Cinta menuju rumah nenek untuk menjemput adik laki-lakinya.
Â
***
Bocah berumur tujuh tahun itu kelihatan senang saat mendengar kami akan mengajaknya ke luar rumah.
"Mau jalan-jalan, ya, Kak?"Â
"Iya. Nanti Adik kasih tahu, ya...di mana tempat kontrakan Papa."
"Beres Kak!"
Bertiga kami menuju suatu tempat yang entah, aku sama sekali tidak tahu.
Â
***
Hampir satu jam kami berputar-putar di sebuah gang yang sama.
"Kamu yakin pernah melewati gang ini, Dik?" Cinta menatap bocah kecil di sampingnya. Bocah itu mengangguk.
"Tapi...rumahnya aku lupa, Kak!"
Untunglah Cinta termasuk gadis yang pantang menyerah. Ia mengajak kami menyusuri jalanan kembali.
Ketika melewati sebuah rumah berhalaman teduh yang terletak di gang paling ujung, bocah laki-laki itu berseru gembira.
"Itu dia, Kak! Itu rumah kontrakan Papa. Adik pernah sekali diajak ke sana!"
Cinta, setengah berlari mendahului masuk ke halaman rumah itu.
Â
***
Seorang perempuan paruh baya menyongsong kehadiran kami. Cinta berbincang-bincang sejenak dengan perempuan itu. Sesaat kemudian wajah gadis itu berubah murung.
"Kenapa?" tanyaku.
"Rama, Papa ternyata sudah lama pindah dari tempat ini...."
Aku terdiam. Pikiranku seketika tertuju pada Bunda Fatima.
Di mana dia? Apa yang tengah terjadi padanya?
Â
Bersambung.......
Â
***
Malang, 20 April 2016
Lilik Fatimah Azzahra
Karya ini diikutsertakan Tantangan 100 Hari Menulis Novel FC
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H