[caption caption="sumber:princessbluesky91.blogspot.com"][/caption]
Sejak dua hari ini aku memergoki seorang laki-laki berdiri di balik jendela kamarku. Aku tak mengenalnya. Tapi sungguh, aku merasa takut dan ngeri melihat sorot matanya yang dingin dan seolah ingin mencabikku.Â
Siapa dia? Ah, entahlah.
Pagi ini, ketika bangun tidur dan menyibak tirai jendela, tiba-tiba wajah itu muncul lagi. Aku terkejut. Seketika kututup tirai kembali.
"Risa, buka jendelanya!" kudengar suara Mama menegurku. Tak kuhirau. Aku malah meringkuk di balik selimut dan memejamkan mata.
"Kamu kenapa? Sakit?" Mama menghampiriku. Tangan lembutnya menyentuh keningku. Aku diam tak bergerak.
Mama berjalan menuju jendela. Serta merta aku berseru,"Ma, jangan dibuka!"
Mama menghentikan langkah dan menatapku heran.Â
"Risa, hari sudah pagi. Jendela harus dibuka, sayang. Supaya udara berganti," tangan Mama siap menarik tirai.
"Mama! Hentikan!" aku bangun dari tempat tidurku dan menarik tangan Mama.
"Ada apa Risa? Mengapa kamu begitu ketakutan?" Mama meneliti wajahku. Aku menyeka butiran keringat yang membasahi kening.
"Ada lelaki jahat di luar sana, Ma. Setiap hari ia mengintaiku...."
Mama membuka tirai sedikit. Mengintip ke luar jendela.
"Tidak ada siapa-siapa," ujarnya menenangkanku. Lalu ia membimbingku kembali ke tempat tidur dan menyelimutiku.
"Kelihatannya kamu sedang sakit, Risa. Nanti kita ke dokter, ya. Sekarang istirahatlah dulu. Mama siapkan sarapan," Mama mengecup keningku lembut dan meninggalkan kamarku.
***
Tuk, tuk, tuk.
Bunyi ketukan berulang datang dari jendela kamarku. Aku tak berani bergerak. Pasti lelaki berwajah kaku itu yang melakukannya!
Mama datang membawa nampan berisi sarapan. Memaksa aku untuk makan.
"Habiskan sarapannya. Mama mau mandi dulu, ya."
Kembali Mama meninggalkan kamarku.
Baru memasukkan beberapa suap nasi ke dalam mulut, bunyi ketukan itu terdengar lagi.
Tuk, tuk, tuk! Kali ini semakin keras.
Tetiba keberanianku muncul.Â
Aku beranjak dari tempat tidur dan membuka tirai jendela dengan kasar.
Aku terkejut. Wajah lelaki itu lagi! Ia menyeringai memamerkan taringnya yang runcing. Aku menjerit. Sekuatnya.Â
Mendengar teriakanku Mama keluar dari kamar mandi dan mendapatkanku. Tubuhku gemetar dan meringkuk di pojok tempat tidur dengan peluh membasah.
"Dia...muncul lagi, Ma," ujarku terbata. Mama berjalan menuju jendela.
"Risa, tak ada siapa pun, Nak. Itu hanya perasaanmu saja."
Â
***
Mama memberiku segelas teh hangat. Aku meneguknya sedikit.
"Habiskan, supaya kamu tenang," Mama membujukku.
Usai minum teh kantuk berat menyerangku. Aku jatuh terkulai.
Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, sayup-sayup aku mendengar Mama bercakap-cakap dengan seseorang.
"Cukup, Ben. Dia sudah setengah mati ketakutan. Kamu boleh pergi sekarang. Dan aku memiliki alasan yang kuat untuk memasukkan anak tiriku ini ke Rumah Sakit jiwa. Aku akan mengatakan kepada dokter bahwa ia mengalami halusinasi. Tenanglah, Ben. Kamu pasti mendapatkan bagian jika warisan anak ini jatuh ke tanganku...."
Â
***
Malang, 18 April 2016
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H