"Nak, apa yang kamu lakukan?!" suara Pak tua menyadarkanku. Aku mengangkat kepalaku perlahan ke permukaan.
"Mana si Coklat?" Pak tua memicingkan matanya. Kakinya yang kurus menyentuh air.Â
"Saya mengikatnya di bawah pohon. Di sana..." aku menunjuk ke salah satu arah. Tapi sesaat kemudian aku terpekik.
"Astaga! Si Coklat hilang!"Â
Dengan langkah tergopoh aku keluar dari sungai. Meraih pakaianku dan mengenakannya dengan tergesa.
Pak tua sudah terlebih dulu meninggalkan tepi sungai menuju pohon yang kutunjuk. Ia memeriksa tanah di sekitar pohon itu.
"Coklat! Coklat!" aku memanggil kuda itu berkali-kali. Kami berlari ke sana kemari berusaha menemukan keberadaannya. Tapi hingga di ujung desa yang berbatasan dengan persawahan, kami tak bisa menemukannya.Â
Pak tua membisikiku.
"Aneh, si Coklat raib tanpa meninggalkan jejak!"Â
Â
***