Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Desember, Hujan, dan Kenangan

17 Desember 2015   15:23 Diperbarui: 17 Desember 2015   15:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kau tahu, aku benci Desember. Karena Desember tak pernah peduli pada perasaanku. Karena Desember tak pernah sekali pun  berubah. Selalu sama. Dingin dan basah.

Sekali lagi, aku benci Desember. Sialnya lagi, Desember yang kubenci selalu datang tepat waktu. Menemuiku. Dan ia tidak sendiri. Ia membawa serta hujan yang dengan pongahnya menari di hadapanku. Lalu tanpa sungkan mengusik kembali alam bawah sadarku. Memaksa aku untuk menatap kembali jejak kenangan masa lalu yang bilur-bilurnya masih jelas tertinggal.

Ya, hujan dengan kurang ajarnya membuka kenangan tentang kita, Bay. Tentang kisah indah di tengah padang rumput ilalang sesaat sebelum senja menghilang. Juga menguak harapan semu dari jiwa yang nyaris mati karena patah hati.

Seperti labirin, hujan membuatku tersesat. Terbelenggu. Hingga tak kutahu jalan mana yang mestinya kutempuh agar aku bisa kembali.

Kau tahu bagaimana mengusir Desember agar ia tak lagi berdiri angkuh menatapku, Bay? Selalu, Desember tiada henti mengejekku. Menertawakan aku dengan tumpah ruah rinainya di sepanjang waktu. Tanpa sedikit pun memberi kesempatan padaku untuk berlari atau sekedar bersembunyi.

Seperti pagi ini, saat kubuka jendela kamar, percik air sudah menyapaku.

"Selamat pagi pemimpi!"

Pemimpi? Apa benar aku ini seorang pemimpi, Bay? Hh, enak saja hujan mengatakan aku ini pemimpi.

Aku bukan pemimpi kan, Bay? Aku ini hanya sebutir debu yang bersikeras menjadi kerikil. Agar saat terhempas badai aku masih bisa tersangkut dan bertahan di balik dedaunan.

Hujan memang kelewatan. Ingin aku memakinya agar ia tidak sembarangan menuduhku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun