Kasus KDRT yang dilakukan Billar kepada istrinya, Lesty mencuat ke public ketika surat gugatan atas kekerasan yang dilayangkan Lesty kepada Billar di Polda Metro Jaya Jakarta Selatan beredar di media sosial. Dalam laporan gugatan tersebut dijelaskan bahwa saudara tergugat (Rizky Billar) melakukan kekerasan kepada pihak penggugat (Lesty Kejora).Â
Dalam laporan gugatan dijelaskan bahwa saudara tergugat ketahuan berselingkuh dan marah kemudian mencekik, membanting dan melempar tubuh istrinya yaitu penggugat hingga terjatuh di lantai kamar mandi rumahnya yang mengakibatkan penggugat harus dirawat di rumah sakit karena mengalami beberapa luka dan lebam ditubuhnya. Beberapa sumber juga menyebutkan bahwa tenggorokan Lesty sedikit bergeser. Hal ini menyulut kemarahan orang-orang terdekat penggugat, fans hingga seluruh netizen di Indonesia.
Tidak membutuhkan waktu lama, berita tentang gugatan Lesty kepada Billar ini viral di media sosial Instagram dan tiktok. Bahkan pemberitaan tentang kasus kekerasan ini sempat menjadi trending topic di twitter. Banyak pihak yang membela Lesty, terlebih karena kekerasan yang dilakukan suaminya karena ketahuan berselingkuh. Kemarahan netizen ini membuat berbagai rumor mengejutkan mengenai Rizki Billar tersebar di media sosial.Â
Mulai dari Billar yang pernah menjadi seorang gigolo, Billar pernah menjalin hubungan dengan transgender, sampai kepada rumor bahwa Billar sebenarnya sudah punya anak dari wanita lain. Namun Billar tidak berkutik terkait rumor dan kemarahan netizen yang ditujukan kepada dirinya.
Jika melihat kasus ini dengan paradigma konstruktivis, penyampaian berita terkait kasus ini sangatlah subjektif. Kebanyakan sumber artikel yang penulis temukan memiliki pandangan atau konsepsi yang secara tersirat menyatakan bahwa dalam kasus ini Lesty adalah korban.Â
Terbukti dari viralnya dan seringnya kasus ini menjadi perbincangan, opini public telah mengarah kepada Billar sebagai pelaku yang harus dihukum. Padahal, apa yang disampaikan dan diterbitkan oleh berbagai website berita tersebut  telah dikonstruksi sedemikian rupa dan dikemas sebaik dan seapik mungkin sebelum disebarluaskan.
Jadi, apa yang sebenarnya kita baca di media merupakan hasil rekonstruksi dari si penerbit. Pembaca hanya meihat melalui sudut pandang dan bagaimana konsepsi penulis berita terhadap berita yang ditulisnya.
Demikian artikel ini ditulis demi memenuhi tugas etika filsafat komunikasi atas nama Elcintia Purba, mahasiswa Ilmu Komunikasi 20, kelas A. Semoga apa yang saya tulis dapat memberikan manfaat kepada para pembaca. Terimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H