illustrasi : http://rosodaras.wordpress.com
Sejak lahirnya, Isi dan Kedudukan Pancasila telah mengalami beberapa kali perubahan, Pancasila 1 Juni 1945 Versi Soekarno , Pancasila Piagam Jakarta 22 Juni 1945, Pancasila tgl 18 Agustus 1945 dan yang terakhir Pancasila sebagai bagian dari Pilar Kebangsaan Indonesia UU no 2, Pasal 34 , ayat 3b tahun 2011.
Pancasila 1 Juni, 22 Juni dan 18 Agustus 1945 berbeda dalam Isi sila Pancasila terutama sila pertama berturut-turut : Ketuhanan, Ketuhanan dengan kewadjiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk2-nja dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun Pada akhirnya diputuskan bahwa Pancasila sebagai Dasar Negara adalah Pancasila yang dirumuskan oleh PPKI tgl 18 Agustus 1945, sebagai hasil kompromi antara Masyarakat Indonesia Timur yang berkeberatan sila pertama : …, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk2-nya dengan kelompok Islam, sehingga Sila Pertama Pancasila menjadi : Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan dicantumkan Pancasila, hasil perumusan PPKI, sebagai alinea ke-4 dalam Pembukaan UU 1945, Maka, secara yuridis Formal, Pancasila mempunyai kekuatan hukum tetap, sebagai Dasar Negara dan sumber tertib hukum di Indonesia, yang yang sila-silanya : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan Beradab, Persatuan Indonesia , Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmah kebijaksanaan Permusyawaratan Perwakilan , Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Pembukaan UUD 45 yang kedudukannya sebagai sebagai mukaddimah yang pokok subtansinya adalah Pancasila dan cita-cita luhur kemerdekaan Indonesia mempunyai hakekat yang tidak bisa dirubah, karena perubahan dari Pembukaan UUD 1945 sama saja dengan Pembubaran Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan mengganti isi dan Pokok-pokok sila dari Pancasila yang tercantum dalam alinea Ke 4, Pembukaan UUD 1945, sama saja sebagai usaha merubah Pembukaan UUD 1945, berarti sama saja dengan pembubaran NKRI.
Segala upaya, entah sengaja atau tidak, untuk merubah dan mempermasalahkan Pancasila sebagai Dasar Negara. Namun karena melihat sudah tidak ada celah untuk merubah sila-sila dari Pancasila, maka usaha yang mungkin adalah mengecilkan makna Pancasila sebagai dasar negara dan puncaknya dikeluarkan UU No.2, pasal 34 ayat 2b th 2011, oleh MPR periode 2009-2014, empat Pilar dalam berbangsa dan bernegara.
Entah darimana gagagasan empat pilar bermula, namun yang jelas, Maret 2013, Ketua MPR-RI Taufiq Kiemas (2009-2014) memperoleh gelar kehormatan doctor Honoris Causa (DR H.C) dari universitas Trisakti karena telah melahirkan gagasan sosialialisasi 4 Pilar Kebangsaan Indonesia:
- Pancasila
- Bhinneka Tunggal Ika
- UUD 1945
- NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Konsep gagasan empat pilar mendudukkan Pancasila sejajar dengan ketiga pilar lainnya, Pilar menunjukkan tiang penyangga dari sebuah rumah. Meskipun Tiang penyangga bergantung kepada tiang yang lain, bila salah satu ditiadakan akan roboh, namun keberadaan dan bentuk masing tiang tidak saling terkait. Misalnya Tiang yang satu bentuknya bulat, maka tiang lain bisa dibuat bentuk kotak.
UUD 1945 yang sejajar dengan Pancasila berarti UUD 1945 bisa tidak terkait dengan Pancasila, sehingga memungkinkan melakukan perubahan UUD 1945 (Amandemen) yang tidak berhubungan dengan Pancasila (Seperti contoh penulis, bentuk bulat dan kotak ) . Dengan mensejajarkan Pancasila dengan UUD 1945 (ketiga pilar lainnya ) berarti mengecilkan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara. Padahal sejak pertama kali diucapkan oleh Ir Soekarno di depan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Pancasila sebagai Dasar Negara adalah Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa dan segala hal kehidupan berbangsa dan Bernegara harus berdasarkan pada Pancasila. Dengan kata lain setiap perubahan UUD 1945 sebagai Hukum Tertib di Indonesia harus berlandaskan pada Pancasila.
Untuk lebih jelasnya, supaya penulis tidak dianggap mengarang cerita fiksi, Penulis akan mengutip Pidato Ir Soekarno pada Rapat BPUPKI, tgl 1 Juni 1945, yang sampai sekarang dianggap sebagai hari kelahiran Pancasila :
“Di dalam Indonesia merdeka, barulah kita memerdekakan rakyat kita satu per satu. Di dalam Indonesia merdeka kita sehatkan dan sejahterakan rakyat kita. Kalau kita sudah bicara tentang merdeka, kita bicarakan mengenai dasar, philosophische grondslag, weltanschaung (dasar Negara). Hitler mendirikan Jerman di atas national sozialitische weltanschaung. Lenin mendirikan uni Soviet dengan Marxistische, Nippon mendirikan Dai Nippon di atas Tenno Koodoo Seishin. Ibnu, yaitu Islam Saud mendirikan Saudi Arabia diatas dasar agama.
Weltanschaungharus kita bulatkan dulu sebelum Indonesia merdeka dan para idealis di dunia bekerja mati-matian untuk menyusun dan merea merealisasikan weltanschauung mereka. Lenin mendirikan Uni Soviet dalam 10 hari di tahun 1917, tetapi weltanshaung nya sudah dipersiapkan sejak 1895. Adolf Hitler berkuasa pada tahun 1935, tetapi weltanschaungnya sudah dipersiapkan sejak 1922. Dr. Sun Yat Sen mendirikan Negara Tiongkok pada tahun 1912, tapi weltanshaungnya sudah dipersiapkan sejak 1985 yaitu San Min Chu I.”
Selanjutnya
”saudara ! ―Dasar –
dasar Negara ― telah saya usulkan.lima bilangannya
.Inilah Panca Darma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat disini . Dharma berarti kewajiban , sedang kita membicarakan dasar . Saya senang kepada simbolik.Simbolik angka pula.Rukun Islam lima jumlahnya· Apa lagi yang lima bilangannya?
(Seorang yang hadir : Pendawa Lima ).
Pendawa pun lima orangnya.Sekarang banyaknya prinsip :kebangsaan,internasionalisme ,mufakat ,kesejahteraan dan ketuhanan , lima pula bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi
–
saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa
–
saya namanya ialah
Pancasila
.Sila artinya asas atau dasar , dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara Indonesia ,kekal dan abadi.”
Weltanshaung yang dimaksud oleh Bung Karno adalah Pandangan hidup dari sebuah bangsa dan Negara, Sebagai Dasar Filsafat Kehidupan sebuah bangsa. Weltanschaung juga bukan sebagai Dharma atau kewajiban, sehingga bukan dinamakan Pancadharma, melainkan Pancasila. Sila yang berarti asas atau dasar dan diatas kelima dasar itulah Negara kesatuan Republik Indonesia.
Dari sejak awal , Ir Soekarno menganggap Pancasila sebagai Dasar atau Fondasi berdirinya sebuah Rumah besar Negara Republik Indonesia, yang didalamnya menaungi berbagai macam suku dan agama. Pancasila bukan sebagai salah satu Tiang atau pilar seperti yang dimaksudkan UU No2 th 2011, Pancasila sebagai fondasi tempat berdirinya tiang (Pilar) dan merupakan landasan hidup bernegara di NKRI.
Berdasarkan pada Makna historis dari Pancasila sebagai Landasan dasar Bernegara, maka tidak heran Mahkamah Konstitusi pada tgl 3 April 2014 membatalkan UU No.2 pasal 34 ayat 3 (b), th 2011 dan menyatakan UU No.2 tersebut bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945, alinea ke-4 seta menyebabkan ketidak pastian hukum. Selanjutnya MK juga menyatakan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa tidak seharusnya ditempatkan sebagai pilar kebangsaan dan mendudukkan Pancasila secara sejajar dengan UUD 1945, Bhinekka Tunggal Ika dan NKRI dalam 4 pilar kebangsaan.
Tapi entah bagaimana, keputusan MK seolah-olah dianggap angin lalu oleh MPR periode sekarang (2014 – 2019 ) , MPR tetap melakukan sosialisasi ke masyarakat. Yang terakhir dilakukan oleh ketua MPR Zulkifli Hasan di Balai Muhammadiyah Surakarta (10 Mei 2016 ), atas kerjasama Setjend MPR dengan pimpinan daerah Muhammadiyah kota Surakarta.
Dengan Momentum Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni, Penulis berharap semua pihak atau lembaga Tinggi atau tertinggi Negara menghormati keputusan MK th 2014 dan mengingat kembali Kedudukan Pancasila sebagai Dasar atau Fondasi dan Landasan untuk Hidup bernegara sesuai cita-cita Pendiri Bangsa Indonesia, Ir Soekarno.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H