Sedikit sekali daerah Indonesia yang berupa savana atau padang rumput dimana peternak dapat melepaskan sapinya untuk merumput. Justru banyak peternakan sapi di Indonesia mengandagi sapi mereka, sebagai implikasinya rumput harus diarit untuk dibawa ke kandang yang merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak orang dan melelahkan.
Permasalahan terbesar kita adalah karena kita bertetangga dengan salah satu negara paling effisien untuk memproduksi hewan ternak. Peternak Australia tinggal melepas sapinya di padang rumput yang jauh lebih murah dan mudah dibandingkan sistem peternakan di kandang.Â
Ditambah lagi dengan fakta bahwa Australia punya lebih banyak sapi dibandingkan manusia, tidak harga sapi hidup di Indonesia yang mencapai Rp. 47.000,00 pada 2019 jauh lebih mahal dibandingkan dengan Austalia yang hanya setengahnya pada saat tulisan ini dibuat.
Tanpa adanya restriksi impor, maka bisa dijamin bahwa sapi siap potong impor dari Australia akan membanjiri pasar dan menggulung tikar industri yang selama ini sudah megap-megap karena regulasi yang bermasalah.Â
Akan lebih fatal lagi kalau keran impor yang dibuka adalah daging, kalau hal ini yang dilakukan bukan hanya peternak yang terkena dampaknya, tapi industri rumah jagal juga akan, kena jagal.
Kalau dalam pandangan saya kewajiban penggemukan dalam negeri sudah cukup tepat untuk tetap menyediakan sapi di Indonesia dan menciptakan lapangan pekerjaan di saat yang bersamaan, meskipun kewajiban rasio impor indukan dan bakalan masih perlu dikritisi.
Toh biar bikin harga lebih mahal untuk konsumen tujuan menciptakan lapangan pekerjaan terpenuhi kan, sementara harga juga tidak teralu meroket karena setengah dari hidup si sapi dibesarkan di lokasi yang paling effisien.
Lagipula Indonesia punya banyak alternatif protein lain, ditambah dengan fakta konsumsi daging merah berlebihan tidak baik bagi kesehatan dan lingkungan sebenarnya tidak ada urgensi bagi pemerintah untuk membuat daging sapi jadi komoditas super-murah.
Sebenarnya kebijakan ini sangat tidak disukai publik Australia  yang berkali-kali mendorong larangan ekspor sapi hidup ke Indonesia. Narasi yang dibentuk adalah kekejaman hewan dalam proses penjagalan sapi di Indonesia yang dulu videonya sempat viral.
Namun apakah video itu hoax atau tidak, bahkan menjadi pertanyaan di Australia, sebagaimana dijelaskan dalam blog salah satu ahli biologi Australia Jennifer Marohasy dalam artikelnya:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!