Hal tersebut ditunjukan dengan penetapan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebagai Ketua Pelaksana. Terlebih lagi satu-satunya Perpres yang dijadikan pertimbangan adalah Peraturan Presiden No. 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kedaruratan Bencana pada Kondisi Tertentu, yang merupakan peraturan perlaksana Undang-Undang Penanggulangan Bencana.
Terdapat beberapa hal yang membuat Undang-Undang Penanggulangan Bencana dan substansinya menjadi relevan dan tepat untuk diadopsi dalam penanggulangan Covid-19. Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Â tentang Penanggulangan Bencana mendefinisikan "epidemi dan wabah penyakit" sebagai bencana non-alam. Undang-Undang Penanggulangan Bencana juga mengamanatkan pembentukan Badan Nasional Penanganan Bencana. Badan tersebut mempunyai tugas;Â
 "a. memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang  mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
b. menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundang-undangan;Â
c. menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat; Â
d. melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada  Presiden  setiap sebulan sekali dalam  kondisi  normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana;Â
e. menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;Â
f. mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;"
Adapun, fungsi dari BNPB meliputi perumusan dan penetapan kebijakan penaggulangan bencan, dan pengoordinasian kegiatan penanggulangan bencana. Sementara, Pasal 15 mengatur unsur pelaksana penanggulangan bencana merupakan kewenangan Pemerintah.Â
Unsur pelaksana tersebut mempunyai fungsi koodinasi, komando, dan pelaksana dan diisi oleh tenaga professional dan ahli. Apabila dilihat dari substansinya, Keppres No.7 dan No.9 Tahun 2020 sepertinya melaksanakan pelaksanaan Pasal 15 Undang-Undang Penanggulangan Bencana. Sementara Keppres No. 12 Tahun 2020 menetapkan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional non-alam.
Meskipun sama-sama tidak secara spesifik mengatur tentang wabah, Undang-Undang Penanggulangan Bencana jauh lebih menguntungkan bagi publik. Selain tidak memuat pasal-pasal yang cenderung represif, berpotensi melanggar HAM, dan cenderung militeristik.Â
Undang-Undang Penanggulangan bencana mengatur mengenai pengelolaan bantuan bencana dalam Pasal 65-70. Di dalam pasal-pasal tersebut terdapat ketentuan mengenai penyediaan bantuan santunan duka cita dan kecacatan bagi korban bencana, dan pinjaman lunak untuk usaha produktif.Â
Dari perspektif pemerintah, penerapan Undang-Undang Penanggulangan Bencana juga relatif lebih mudah diimplementasikan dibandingkan Undang-Undang Karantina Kesehatan.Â
Setidaknya, Undang-Undang yang disahkan pada 2007 ini, peraturan turunannya sudah cukup lengkap. Dari seluruh Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden yang  diamanatkan untuk dibentuk oleh Undang-Undang Penanggulangan Bencana, hanya Perpres mengenai Penetapan Status dan Tingkatan Bencana yang belum diterbitkan.Â
Dengan demikian, pemerintah sudah memiliki cukup banyak peraturan pelaksana yang membuat implementasi Undang-Undang yang bersifat umum abstrak menjadi aplikabel.Â
Selain kesiapan struktur hukum, keberadaan BNPB yang sudah lebih dari satu dekade tentunya memiliki kesiapan fisik yang cukup. Meskipun kesiapan BNPB untuk menangani bencana non-alam masih dapat dipertanyakan, mengingat BNPB bukalah sebuah lembaga yang didirikan secara khusus untuk menangani penyebaran wabah.
 Skema Darurat Kesehatan Nasional