Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Bisa Jadi Bintang Terang Asal Bisa Lewati Syarat Ini...!

8 Maret 2021   14:52 Diperbarui: 8 Maret 2021   15:46 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompas.com - edit: elang salamina


GUNJANG-GANJING konflik Partai Demokrat terus menjadi bahan perbincangan panas publik, terutama pasca diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Jumat (5/3/21). Sebagaimana diketahui, dalam KLB tersebut, KSP Moeldoko muncul sebagai Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB. 

Dengan demikian, Partai Demokrat sejak diselenggarakannya KLB Deli Serdang terjadi dualisme kepemimpinan. Yaitu antara kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan kubu KSP Moeldoko. 

Hal ini membuat sejarah kembali terulang. Jauh sebelumnya dualisme kepemimpinan partai politik juga pernah dialami oleh partai lain. Sebut saja di Partai Golkar, antara Aburizal Bakrie dengan Agung Laksono, Partai Berkarya antara Tommy Soeharto dengan Muchdy PR, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) antara Djan Faridz dengan Romy Romahurmuzy dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) antara Megawati Soekarnoputri dengan Suryadi. 

Ini artinya, konflik internal yang terjadi pada partai politik tanah air bukan lagi barang baru. Ketika terjadi silang pendapat dan beda kepentingan, maka potensi terpecahnya organisasi partai politik adalah sebuah keniscayaan. 

Jadi, apa yang terjadi pada Partai Demokrat adalah hal biasa. Mungkin yang menjadikan konflik ini begitu wah dan panas gara-garanya adalah kegenitan yang dipertontonkan AHY dan ayahnya sendiri yang menjabat Ketua Majelis tinggi partai, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), ditambah dengan keterlibatan KSP Moeldoko yang dinilai sebagai pihak luar sekaligus pejabat tinggi negara. 

Keterlibatan KSP Moeldoko ini pula yang akhirnya memantik kecurigaan sejumlah kalangan bahwa perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat di-endorse oleh pemerintah. Sejauh ini kecurigaan tersebut belum terbukti, karena pemerintah melalui Menkopolhukam, Mahfud MD, menyatakan, apa yang dilakukan KSP Moeldoko adalah urusan pribadi dan pemerintah tidak bisa ikut campur. 

Kembali pada dualisme kepemimpinan Partai Demokrat, tidak sedikit pihak menilai bahwa prospek karier politik AHY bakal anjlok bahkan tak menutup kemungkinan tamat. Anggapan ini tentu sah-sah saja. Toh, semua itu hak mereka untuk mengemukakan pendapat. Namun, saya sendiri melihat prospek politik AHY masih fifty-fifty alias bisa anjlok, tetapi bisa juga malah melejit, tergantung sikap yang bakal dia perlihatkan ke depannya. 

Dengan kata lain, konflik dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Demokrat adalah ujian sebenarnya bagi AHY. Apakah dia mampu melewati ujian ini dengan baik atau tidak. 

Bila AHY memandang KLB Deli Serdang sebagai bentuk penindasan atau ketidakadilan terhadap dia dan partainya dan terus menguarnya ke publik tanpa henti, saya rasa apa yang didugakan sejumlah kalangan tadi bisa terbukti. 

Elektoral AHY berikut kariernya bakal tamat. Kenapa? Karena publik sudah mulai bosan dengan langkah-langkah politik ala playing victim yang dia peragakan selama ini. Langkah politik semacam ini sudah gampang ditebak. Imbasnya, alih-alih mendapat dukungan atau simpati publik, yang ada malah boleh jadi ditinggalkan. 

Menurut hemat saya, lebih baik AHY strugle atau berjuang keras mempertahankan kedaulatan partainya dengan cara-cara dewasa dan strategi elegan. Dalam hal ini, AHY dengan segenap kemampuannya berusaha melawan hasil KLB Deli Serdang dengan cara merapatkan barisan segenap kader partai dari mulai tingkat pusat hingga akar rumput. Pastikan mereka semua loyal terhadap kepemimpinannya. 

Tentu hal ini tidak mudah, bahkan bakal sangat sulit, lantaran hampir dipastikan kubu KSP Moeldoko pun bakal melakukan hal serupa. Mereka tentu akan terus berupaya keras sekuat tenaga agar kepengurusan partai hasil KLB Deli Serdang bisa diakui pemerintah, agar perjuangan selama ini tak jadi sia-sia. 

Ini yang dimaksud dengan ujian sebenarnya bagi AHY. Bila dia mampu menghindarkan partai dari perpecahan, dengan cara memenangkan pertarungan dengan kubu Moeldoko, maka hampir dipastikan tingkat kepercayaan kader partai bakal meningkat. AHY bakal dianggap sebagai pemimpin yang bisa menyelamatkan kapal yang bernama Partai Demokrat dari ancaman karam. 

Tidak hanya itu, kemungkinan besar publik pun akhirnya bakal bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah. Bila memang Partai Demokrat kubu AHY mampu keluar sebagai pemenang, maka otomatis bakal dianggap pihak yang benar. Apalagi, AHY diuntungkan dengan banyaknya publik yang kurang sepakat dengan adanya KLB Deli Serdang. 

Bila ini terjadi,  saya rasa bakal menjadi kredit poin bagi AHY. Tidak menutup kemungkinan publik akan berbalik simpati, sehingga mampu mendongkrak elektabilitasnya. Ini artinya, bintang terang akan bersama AHY. 

Namun, bila perlawanan AHY hanya sebatas mengandalkan playing victim alias meminta belas kasihan publik, tanpa dibarengi perlawanan sengit dan akhirnya dinyatakan kalah. Maka, tidak salah rasanya bila mengatakan karier politik AHY berada di ujung tanduk dan akhirnya tamat. 

Intinya, kesempatan AHY untuk meningkatkan elektoral Partai Demokrat dan elektabilitas dirinya masih sangat terbuka, dengan catatan mampu menyelesaikan dualisme kepemimpinan, dan mengembalikan Partai Demokrat pada satu komando yang sah.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun