Pertanyaan lain, kenapa KSP Moeldoko tidak memilih PAN atau PKS, yang juga sama-sama partai oposisi? Â Untuk pertanyaan ini, rasanya juga tidak cukup sulit.Â
PAN tidak dilirik oleh Moeldoko karena meski statusnya sebagai partai oposisi, namun kecenderungannya arah politik mereka justeru sejalan dengan pemerintah. Dengan kata lain, boleh disebut bahwa PAN adalah partai oposisi rasa koalisi. Terbukti, PAN juga menjadi salah satu partai politik yang mendukung penolakan revisi UU Pemilu. Dengan begitu, PAN dianggap sebagai partai yang tidak akan membahayakan terhadap pemerintah.Â
Sementara untuk PKS, saya rasa bukan masalah tak dilirik, melainkan mendobrak partai ini bukanlah perkara gampang, bahkan sangat sulit. Pasalnya, partai dakwah ini adalah partai ideologi, yang tidak sembarang orang bisa memimpin partai tersebut. Beda halnya dengan Partai Demokrat yang nasionalis dan demokratis, tentu akan sangat jauh lebih mudah mengendalikannya.Â
Mungkin itu amatan sederhana saya tentang alasan KSP Moeldoko memilih Partai Demokrat untuk dikuasai. Namun, begitu lepas dari segala kepentingan politik, apa yang dilakukannya kurang terpuji. Moeldoko mendapatkan posisi ketua umum partai sungguh tidak elok dan terlalu memaksakan diri. Meski, mungkin kesalahan tersebut tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka jalan untuknya.Â
Apapun itu, tetap saja sejumlah pengamat politik tanah air sangat menyayangkan atas tindakan Moeldoko. Sebab, Moeldoko tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk berupaya mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi.Â
Apa yang dilakukan Moeldoko ini pada akhirnya menyeret Presiden Jokowi. Setidaknya hal ini diungkapkan oleh Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor. Menurutnya,  Presiden Jokowi perlu menegur  Moeldoko terkait manuver yang dilakukannya di Partai Demokrat.Â
"Ini mengarah pada kualitas kenegarawanan penghuni Istana (Presiden Jokowi). Saya kira kalau memang orang yang percaya pada pembangunan parpol secara legal dan bermartabat harusnya ditegur, karena ini akan jadi preseden yang tidak baik ke depan," kata Firman, Jumat (5/3/21). Dikutip dari Kompas.com.Â
Firman mengatakan, jika Presiden Jokowi membiarkan manuver Moeldoko, maka bakal dianggap kurang peduli terhadap pembangunan partai politik.Â
Kita lihat, apakah Presiden Jokowi berani memberikan sanksi atau teguran terhadap Moeldoko untuk membuktikan bahwa dia memang tidak terlibat atas aksi atau gerakan yang dilakukan anak buahnya itu, atau malah membiarkannya. Menarik kita tunggu.
Salam
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI