Mohon tunggu...
Elang Salamina
Elang Salamina Mohon Tunggu... Petani - Serabutan

Ikuti kata hati. Itu saja...!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Putar Ulang "Kaset" Drama Kudeta

18 Februari 2021   14:28 Diperbarui: 18 Februari 2021   14:54 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


KETUA Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sepertinya belum puas dengan popularitas yang dia peroleh, sebagai dampak isu drama kudeta kepemimpinannya dihembuskan ke publik. Saat itu, konstalasi politik riuh, dan AHY pun menjadi bahan menarik perbincangan publik. Pendek kata, namanya makin populer. 

Tak kurang dari sepekan lamanya sejak isu kudeta dihembuskan, beragam kalangan masyarakat, mulai dari pengamat, politisi hingga publik sipil pun seolah terhipnotis. Beragam analisa, spekulasi, opini dan obrolan ringan berseliweran. AHY menjelma jadi aktor utamanya. 

Masih belum jelas apakah rencana kudeta tersebut benar atau tidak, namun AHY seolah sangat menikmati segala gunjingan yang dialamatkan terhadap dirinya. Mungkin dia berfikir hal itu bisa lebih mendongkrak popularitas diri. Secara politik, hal ini jelas bakal sangat menguntungkan. 

Dalam kancah politik, semakin banyak diperbincangkan, maka akan semakin besar pula peluang untuk terus diingat masyarakat tanah air. Ini bakal menjadi modal besar buat AHY untuk mengikuti kontestasi kepemimpinan. Baik daerah maupun Pilpres. AHY tinggal memoles dirinya dengan beragam pencitraan agar mendapat simpati. 

Kini, isu drama kudeta kepemimpinan Partai Demokrat mulai meredup. Perlahan, AHY pun kembali jarang diperbincangkan, dan drama pengambilalihan kekuasaan tertinggi partai berlambang bintang mercy itu pun menguap. Namun, AHY seperti tidak menginginkan itu terjadi. Dia seolah ingin terus meraup popularitasnya. Untuk itu, tidak ada cara lain kecuali kembali mem-blow up isu kudeta yang sudah mulai redup tersebut. Mungkin, AHY tidak menduga, isu ini cepat dingin. Ibarat api yang disiram air, tidak menyala,  hanya berasap aja. 

Baru-baru ini, AHY kembali mengungkit atau memutar ulang kaset drama kudeta yang terjadi di tubuh Partai Demokrat. Mantan tentara dengan pangkat pamungkas mayor ini menyebut, hingga saat ini upaya kudeta masih ada. Bahkan, dia terus menerima laporan dari para kader tentang masih adanya upaya gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara ilegal dan inkonstitusional. 

"Polanya kuno. Pertama, berupaya untuk mempengaruhi para pemilik. Tidak berhasil, mereka mencoba mempengaruhi pengurus DPD dan DPC. Tidak berhasil, mereka mencoba mempengaruhi mantan pengurus yang kecewa, dan mengklaim bahwa itu merepresentasikan suara. Kedua, berupaya mempengaruhi kita semua dengan mengklaim telah berhasil mengumpulkan suara sekian puluh, bahkan sekian ratus suara. Padahal, itu hoax dan tipuan belaka," ungkap AHY, Rabu (17/2). Dikutip dari detikcom. 

"Kemudian, mereka juga menggunakan alasan KLB karena faktor internal, padahal masalahnya adalah eksternal. Kelompok ini sangat menginginkan seseorang sebagai capres 2024 dengan jalan menjadi Ketua Umum PD melalui KLB. Selanjutnya, sebagai bentuk kewaspadaan kita, para pelaku gerakan telah membaca AD ART yang telah kita sepakati bersama dan telah disahkan oleh Kemenkumham serta didaftarkan dalam Lembaran Negara. Bahwa syarat untuk melaksanakannya KLB harus mendapatkan persetujuan Ketua Majelis Partai Tinggi. Kini, mereka menyiarkan berita bohong bahwa Pak SBY selaku Ketua MTP merestui gerakan mereka. Itu tidak benar. Hoax dan fitnah. Bapak SBY berada di belakang kita semua, para pemilik suara yang sah, " imbuh AHY. 

Dari pengakuannya, AHY seperti masih ingin memastikan seluruh masyarakat Nusantara bahwa isu pengambilalihan kekuasaan di tubuh Partai Demokrat bukanlah isu bohong belaka atau hoax. Akan tetapi, benar-benar nyata dan teroganisir. Pengakuan tersebut bagi AHY boleh jadi sangat diperlukan, untuk terus bisa berbicara banyak terhadap masyarakat melalui awak media bahwa partainya saat ini tengah digoyang dengan cara-cara ilegal. Dengan kata lain, AHY ingin mengatakan bahwa dia dan partainya tengah didzalimi. 

Hingga belum ada bukti-bukti nyata tentang adanya upaya gerakan kudeta, bisa jadi hal ini adalah sebagai upaya pencitraan dan playing victim. AHY coba mempengaruhi publik denhan pola-pola yang kerap dilakukan oleh ayahnya sendiri, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Selalu menempatkan diri sebagai pihak yang tertindas, guna meraih simpati publik. 

Namun untuk saat ini, pola-pola tersebut belum tentu ampuh. Boleh jadi, tidak banyak masyarakat yang peduli atas apa yang terjadi pada AHY dan Partai Demokrat. Mau partai tersebut digerogoti dari dalam, bangkit dan meraih kejayaannya kembali, atau jalan di tempat, adalah sepenuhnya tanggungjawab dan kepentingan mereka. 

Bagi masyarakat, keberadaan partai politik itu bukan untuk bermain sandiwara dengan segala janji-janji palsu, melainkan aksi nyata dan bisa dirasakan manfaatnya. 

Mundur ke belakang, isu kudeta Partai Demokrat setidaknya melibatkan tiga nama. Dari internal partai, ada nama Jhoni Allen Marbun. Kemudian, ada nama Muhamad Nazarudin yang pernah menjabat sebagai bendahara umum partai, dan dari pihak eksternal, yakni KSP Moeldoko. 

Nama Moeldoko ini yang paling menghebohkan.  Membuat AHY mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi, agar memberikan respon. Sayang, hal tersebut tidak ditanggapi. Mungkin, orang nomor satu di republik ini merasa hal itu bukan menjadi urusannya sebagai presiden. Terlebih, Moeldoko sendiri membantah. Dia mengaku memang pernah bertemu dengan kader-kader Partai Demokrat. Meski begitu, Presiden Jokowi tidak tahu-menahu dan tidak terlibat sama sekali. 

Pada intinya, AHY kembali cari sensasi untuk menarik perhatian dari kasus yang mulai redup. Seiring waktu, isu tersebut kalah pamor oleh isu buzzer dan UU ITE. Atau, AHY merasa drama kudeta jilid pertama tidak laku, maka, dia terpaksa memutar ulang kaset drama kudeta. 

Bila benar, hampir dipastikan bahwa kualitas keterampilan kepemimpinannya. AHY hanya bermodalkan sensasi agar dapat disorot media. Sedianya, AHY tidak usah terus berkoar, sebab hal ini justru menunjukan ketidakmampuannya sebagai nahkoda partai politik. Bukan pemimpin namanya kalau hanya bisa curhat atau baperan. 

Menjual masalah ke masyarakat untuk saat ini bukan waktu yang tepat. Masyarakat jangankan mendengar keluh kesah AHY, untuk memikirkan nasibnya karena dampak pandemi pun oleng setengah mati. Bila ingin dipercaya dan mendapat simpati publik, AHY lebih baik menjadi pribadi yang tangguh, tahan banting terhadap masalah, dan tidak gampang baper. Begitulah kira-kira.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun