Kendati begitu, Jokowi hanya diam. Bahkan, berkat kecerdikan dan kelihaiannya dalam memainkan langkah serta ritme politiknya, kedua mantan rivalnya itu malah "bertekuk lutut". Keduanya sekarang malah rela menjadi pembantunya dengan duduk di posisi menteri.Â
Baru-baru ini, Â ada nama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan drama kudetanya. Presiden Jokowi juga hanya diam ketika diminta untuk menjawab surat dari AHY.Â
Memang sudah seharusnya Presiden Jokowi diam. Buat apa memaksakan diri menjawab surat konfirmasi yang dilayangkan AHY, toh dia tidak berkepentingan dengan kisruh internal partai berlambang Mercy tersebut. Lagi pula, isu-isu pengambilalihan kekuasaan dan faksi-faksi yang terjadi di tubuh partai politik adalah hal lumrah. Dengan demikian tidak perlu dibesar-besarkan. Malah, bila Jokowi meresponnya, bukan mustahil menjadi preseden buruk. Jadi, daripada harus terjebak, lebih baik diamkan saja.Â
Jika memang ada anak buah Presiden Jokowi yang terlibat, dalam hal ini Moeldoko. Ya, silahkan Partai Demokrat selesaikan sendiri masalahnya tanpa harus melibatkan Presiden Jokowi.Â
Bagi saya, drama kudeta kepemimpinan Partai Demokrat adalah isu politik menyebalkan sekaligus lucu. Untuk melakukan kudeta atau Kongres Luar Biasa (KLB) itu harus meminta ijin majelis tinggi Demokrat, yang diduduki oleh SBY. Dari sini saja kita tentu tidak akan habis pikir, bagaimana bisa terjadi KLB apabila jabatan penting selain ketua umum dipegang oleh ayahnya sendiri.Â
So, mungkin dengan hebohnya drama kudeta Partai Demokrat, Presiden Jokowi hanya senyum saja. Tidak perlu dia sampai turun dan menjawab drama murahan AHY dan kolega lainnya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H