Statement cenderung menuduh itu lantas dijawab Moeldoko dengan singkat, padat dan menohok. Dikutip dari Kompas.com, ada beberapa poin yang disampaikannya. Yaitu, jangan menyebut isu upaya pengalihan dengan pihak istana, jangan ganggu Jokowi, yang disebut Moeldoko tidak tahu apa-apa soal isu ini, pemimpin jangan "baper" dan jangan mudah terombang-ambing, jika tidak ingin anak buahnya kabur, lebih baik diborgol saja, dan terakhir adalah kudeta itu tidak berasal dari luar, tapi dari dalam partai.Â
Apa yang disampaikan Moeldoko dalam amatan saya sarat dengan sindiran terhadap AHY. Bila kakak kandung Ibas cerdas, mestinya dia bisa mengartikan pesan mantan Panglima TNI tersebut. Kemudian, memperbaiki internal partai supaya tidak semakin karam dan ambyar.Â
Tapi, apabila AHY lebih mengedepankan emosi dan terpengaruh dengan pola pikir lama, maka responnya tidak akan berbeda dengan Partai Demokrat ketika masih dinahkodai SBY. Baperan dan selalu menempatkan diri sebagai playing victim.Â
Pertanyaannya, apabila pernyataan Moeldoko terbukti benar, tidak ada upaya kudeta seperti yang dituduhkan, beranikah SBY menurunkan AHY dari jabatan sebagai Ketum Partai Demokrat? Karena, berharap AHY mundur dengan sukarela rasanya bagai pungguk merindukan bulan.Â
Kenapa saya harus melontarkan pertanyaan di atas? Karena, rasanya bila Partai Demokrat tidak tampak perubahan apapun, lebih baik SBY saja yang jadi ketua umum. Soalnya, percuma jabatan itu diwariskan, tapi keleluasaan mengelola partai tidak diberikan. Ibarat kata, kepala dilepas, tapi ekornya tetap diikat.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H