GUNJANG-GANJING aksi blusukan Menteri Sosial, Tri Rismaharini terus mewarnai konstelasi politik tanah air. Riuhnya mampu mengalahkan suntikan vaksin Covid-19 pertama terhadap Presiden Jokowi sendiri.Â
Ya, kemarin, Rabu (13/1/21), Presiden Jokowi menepati janjinya pada masyarakat sebagai orang pertama yang bersedia di suntik vaksin. Tidak tanggung, demi membuktikan kebenarannya, pelaksanaan suntikan tersebut disiarkan langsung oleh media televisi swasta nasional.Â
Namun, semua itu tidak membuat segenap masyarakat dan politisi begitu tertarik untuk membicarakannya. Hanya penolakan vaksinasi politisi PDI Perjuangan, Ribka Tjiptaning yang mungkin sedikit menghebohkan. Dan, lumayan trending di media sosial.Â
Kembali ke Risma---sapaan akrab Tri Rismaharini. Mantan Wali Kota Surabaya ini tak ubahnya seorang rising star dalam dunia olahraga, saat ditarik Presiden Jokowi menjadi pembantunya di Kabinet Indonesia Maju (KIM) sebagai Mensos. Kehadirannya di Jakarta langsung menjadi pusat perhatian dan sorotan banyak pihak. Khususnya, kaum oposisi yang merasa terusik.Â
Sorotan terhadap Risma kian menjadi, saat yang bersangkutan tak berleha-leha dalam menunaikan amanahnya selaku Mensos. Wanita kelahiran Kediri, 20 November 1961 ini langsung melakukan aksi blusukan. Wilayah pertama yang dikunjunginya tak jauh-jauh dari tempatnya bekerja. Kota Jakarta.Â
Di wilayah ibu kota, Risma menemukan sejumlah fakta, masih cukup banyak masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Misal, tunawisma, pemulung, pengamen, anak putus sekolah. Rata-rata mereka hidup di kolong jembatan.Â
Tidak ada yang salah dengan aksi Risma ini. Sebagai Mensos, adalah lumrah bila ingin mengetahui kondisi masyarakat sebenarnya di lapangan. Dan, mengingat keberadaan kantornya di ibu kota, tidak aneh juga bila tempat pertama yang didatangi Risma adalah wilayah terdekat.Â
Dengan kata lain, aksi blusukan itu untuk memastikan dan melihat realita di lapangan. Dengan begitu, data di atas kertas sama dengan di lapangan, bukan hasil ngarang atau data yang sudah basi. Seperti kejadian saat penyaluran bantuan sosial awal-awal covid-19 menyerang.Â
Namun, oleh sebagian kalangan, khususnya para oposisi, aksi blusukan Risma ditafsirkan macam-macam. Ada yang menyebut, hal itu tak lebih dari langkah pencitraan. Bahkan, sebagiannya lagi menuding Risma hanya bermain sandiwara demi menarik simpati massa, sekaligus menjatuhkan nama Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.Â
Intinya, apa yang dilakukan Risma di wilayah kekuasaan Anies Baswedan, menurut kelompok oposisi semata-mata demi kepentingan politik. Sebab, Risma dianggap sebagai sosok yang bakal diusung oleh PDI Perjuangan untuk maju Pilkada DKI Jakarta 2022 bila memang tidak jadi diselenggarakan bareng dengan Pilpres 2024.Â
Sebagai pihak yang merasa terancam, lumrah bila kelompok oposisi, terutama pendukung Anies Baswedan dan kolega menuding hal yang bukan-bukan. Mereka jelas bakal berupaya menyudutkan Risma bagaimanapun caranya, agar yang bersangkutan tidak menjadi besar dan dicintai masyarakat Jakarta. Itulah politik, fitnah dan sejenisnya seolah menjadi halal asal kepentingannya tercapai.Â
Berdasarkan logika, sebetulnya kelompok oposisi dan pihak Anies Baswedan tidak usah kebakaran jenggot dan merasa khawatir dengan aksi blusukan Risma. Bila mereka merasa telah bekerja dengan maksimal, dan Jakarta sudah tertata dengan baik dengan sistem yang cerdas. Sayang, faktanya yang dijumpai Risma banyak hal yang masih harus dibenahi.Â
Pertanyaannya, benarkah aksi blusukan Risma ini hanya demi sebuah pencitraan? Tentu, kita tidak akan mendapat jawaban pasti.Â
Namun demikian, merujuk pada hasil rapat kerja dengan komisi VIII DPR RI pada hari rabu ini tanggal 13 Januari 2021, Risma dengan tegas berhasil memberikan jawaban cadas, lugas dan tegas.Â
Penulis rasa jawaban Risma ini juga harusnya mampu men-skak mat para kelompok oposisi yang sempat nyinyir terhadapnya. Karena, besar kemungkinan jawaban Risma ini juga bukan semata-mata ditujukan pada anggota rapat komisi VIII DPR RI, melainkan untuk kelompok-kelompok yang kebakaran jenggot tadi.Â
"Terus terang saya ini kebiasaan berangkat setelah subuh, saya keluar ketemu dinas kebersihan itu saya ngontrol kota itu bersih atau tidak. Di situ saya ketemu, jadi tidak ada niat. Demi Allah saya berani disumpah dengan Quran, saya tidak pernah niat blusukan. Tapi itu saya temukan di jalan, kalau saya tanya 'kamu sudah makan atau belum', itu kan kewajiban saya sebagai manusia dan itu betul makan sampai 2 piring kadang" tanda Risma  di hadapan anggota rapat. Dikutip dari Sindonews.com.Â
"Tapi dia ngomong saya sudah punya rumah bu, saya tinggal, tidak semua berhasil (dibawa). Saya ingin pemulung-pemulung itu juga dapat bantuan karena selama ini mereka tidak dapat bantuan apapun hanya karena mereka tidak punya alamat. Jadi demi Allah saya tidak ada niatan apapun karena mungkin sebentar lagi saya mati besok, atau mati kapan tidak tahu. Tapi bahwa niat saya adalah mau niat membantu," imbuhnya.Â
Dalam kepercayaan umat Islam, sumpah demi Allah tidak sembarangan diucapkan. Sumpah ini adalah sumpah paling berat, dan akan berdampak buruk bagi yang mengucapkannya, bila berbohong. Dengan sumpah demi Allah ini setidaknya anggapan atau tudingan adanya langkah pencitraan dari Risma bisa terbantahkan.Â
Untuk itu, daripada menghabiskan energi dengan segala tudingan yang belum tentu kebenarannya, lebih baik para oposisi yang mengkritisi Risma ini memanfaatkan waktunya untuk hal-hal lebih bermanfaat.
Untuk Pak Anies, anda juga tidak perlu khawatir. Kerja saja yang fokus dan benar. Masih banyak warga Jakarta yang masih membutuhkan uluran tangan bapak.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H